Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2008

Surat untuk Bapak Mendiknas

Assalamua'alaikum pak.. Kenalkan pak, saya salah satu anak dari bangsa ini. Saya mau curhat pak, mengenai masalah yang mengganjal di hati kami. Pak menteri yang terhormat, Bisa nggak pak Ujian Akhir Nasional ditiadakan, kami mohon pak. Semenjak ada UAN, mental kami menjadi lemah. Guru-guru pun begitu. Bahkan, para guru sampai berkata (maaf pak, ini dalam bahasa daerah):"Janganmi ko terlalu PeDe bisa lulus, meskipun ko pintar, pakemi saja kunci jawaban???!!!!". Betul pak, ini kenyataan, sumpah deh! Padahal, dulu, kata senior-senior kami, Ujian Akhir gak gitu deh, pokoknya asyik-asyik aja. Murid yang menggunakan kunci jawaban dianggap aneh dan gak keren. Tetapi, kok sekarang kebalikannya. Malahan kami yang mau berlaku jujur-lah yang dibilang aneh. Pak menteri, kami mohon pak. Pendidikan adalah salah satu dasar dari pembangunan negeri, kalau anak-anak hasil UAN sekarang sudah banyak yang berlaku korup, bagaimana nanti, saat kami jadi pemimpin? Pak menteri, cukup sekia...

Multitasking,is it possible?

No, it's not possible! Scientists says.. Sebuah penelitian di Jerman,menyatakan kalau anggapan bahwa kita mampu melakukan dua buah atau lebih pekerajaan di saat yang sama (secara simultan), yang diistilahkan sebagai multitasking, adalah hanya mitos modern belaka. Pembahasan mengenai multitasking amat sering dijumpai dalam masalah berkendara. Para pengemudi di jalan raya sering mengalami situasi seperti ini, seperti menelpon sambil menyetir. Anggapan yang muncul adalah, bahwa kita mampu untuk melakukan dua atau banyak pekerjaan secara serempak. Dari hasil penelitian, anggapan tersebut ternyata salah. Yang terjadi adalah, hanya kemampuan untuk berpindah-pindah fokus dari satu kegiatan ke kegiatan lain. Di saat satu alat indra kita aktif ke satu hal, maka indra yang lain akan pasif. Berbicara tentang multitasking, saya punya kebiasaan yang bisa dibilang berbau 'multitasking'. Waktu sekolah dan kuliah dulu, saat belajar, saya sering sekali melakukannya di depan televisi....

My Yellow Umbrella.

My yellow umbrella, Dulu.. Kau selalu setia menemaniku.. Di kala hujan dan panas.. Tanpa pernah mengeluh..( ya iyalah!) My yellow umbrella.. Ingatkah waktu kita bersama.. Berjalan di gang-gang sempit Di kampung.. My yellow umbrella My very best friend..di kala harus berjalan kaki Karna ingin menghemat ongkos..(daripada naik ojek, mahalll!!) My yellow umbrella Kini.. Engkau tak bisa kupakai lagi.. Aku malu.. Di sini, di ibukota Walaupun panas dan pengap, Tak ada yang memakai payung..(kecuali PKL!) My yellow umbrella Kapankah kita bersama lagi? ......................................................

Nitip Kurma Ya!

Semenjak pindah ke Jakarta, ada saja pesanan dari kampung. Mulai dari buku, tas, alat-alat kedokteran, dvd, dan yang terakhir kurma. Seorang teman yang sedang menjalankan terapi dan membutuhkan kurma sebagai "syarat" terapinya, meminta saya untuk mencarikannya kurma, wajib!! Awalnya, saya agak enggan untuk memenuhinya. Tapi, setelah melalui proses "pembujukan paksa", saya pun mengiyakannya. Rencanapun disusun, pertama dengan bertanya di mana kira-kira lokasi strategis penjual kurma. Beberapa lokasi saya peroleh, yakni di Tanah Abang, pasar Kwitang, Atrium Senen dan Alfamart. Setelah melalui tahap pemikiran secara seksama, akhirnya saya putuskan untuk ke Atrium saja. Sore itu, berangkatlah saya ke Atrium, target Foodmart. Setelah tiba disana, betapa kecewanya saya, ternyata kurmanya tidak ada. Setelah belanja beberapa barang, pencarianpun saya teruskan. Target selanjutnya Alfamart Garuda. Namun, di sana juga tidak menjual kurma. Waktu beranjak Isya, namu...

WHY MUDHALIFANA???

Kenapa Mudhalifana? Nama yang cukup aneh, mungkin di dunia ini cuma saya yang memilikinya (narsis again..). Dari mana asalnya , begini ceritanya (serasa dalam adegan cerita anak): Sebenarnya nama saya itu Ifana, diambil dari Ivanna Lie-nama pebulutangkis terkenal dulu. Bapak yang punya ide. Tapi, semua rencananya untuk memberikan nama itu ke saya 'berantakan" oleh kedatangan bapaknya aka kakek saya yang baru pulang dari berhaji. Nah, kakek saya itu ingin menamai saya "Musdalifah" sesuai dengan nama tempat di sana. Karena namanya orangtua, keinginannya tidak bisa ditentang, mau tidak mau bapak berkompromilah dengan bapaknya. Setelah melalui diskusi panjang, maka tercetuslah ide kolaborasi dua nama tersebut-Musdalifah dan Ifana- menjadi Mudalifana. Adapun Mudhalifana, saya juga kurang jelas, mengapa huruf "h" bisa muncul di sana. Mau bertanya ke mama, pasti jawabannya "Ndak usahmi ko tanya, terima mi saja. Sa lupa juga kenapa?", mau bertanya...