Langsung ke konten utama

UN itu Ujian Kehidupan

Seperti yang telah lama saya dengung-dengungkan, saya tidak setuju dengan UN.


Apa yang diperoleh dari UN?

Dari sebuah bincang biasa dengan seorang kawan yang berprofesi pengajar di sekolah lanjutan atas, yang ada adalah pertunjukan sandiwara tahunan.
Bagaimana tidak, jika UN tlah di depan mata, maka akan ada Tim Sukses bayangan (yang tak ada SK-nya) di setiap sekolah. Tujuannya, untuk memberikan jawaban ke anak murid. Mencengangkan dan memprihatinkan:(
Setiap guru mata pelajaran akan diserahi tanggung jawab untuk mengerjakan soal-soal. Mereka ditempatkan di suatu ruangan, jauh dari pengawas agar leluasa menjawab pertanyaan di lembar naskah UN.  


Mereka yang tak setuju terkadang bisa "diculik". Hati nurani melawan, maka jurus-jurus tolong menolong dikeluarkan campur iba. "Kasihan..kalau tidak lulus masa depan mereka bisa habis." Meski sebenarnya masih ada Ujian Paket B atau C.

Apa yang salah dengan UN? Teman saya itu berujar " Kalau saja, standar kelulusan tak ada, kalau saja sistem kita kembali ke EBTA/ETANAS. Tak ada lagi penentuan semua dalam satu ujian, tanpa melihat semua proses yang ada."
Memang penilaian bukan bertumpu pada nilai UN sahaja, masih ada hasil ujian sekolah, 60-40. Namun, mental pendidikan kita yang tak siap membuat komposisi yang sebenarnya ideal itu hanya sekedar pemanis kata. Di lapangan, semua cara dilakukan agar nilai UN dan ujian sekolah lolos standar. Baik halal dan haram. Tujuan dari standar ujian untuk memperoleh standar nasional nilai dari semua murid se-Indonesia menjadi bias, nilai yang ada hanyalah kebohongan, karena mayoritas diperoleh dari cara-cara tak benar. Ini bukan di satu dua sekolah saja, ini ada di seluruh Indonesia.


Lihatlah para murid menjelang UN, yang ada adalah ekspresi horor dan stres berat. Para guru juga tidak kalah pusingnya, apalagi kepala sekolah. Beberapa kasus memperlihatkan kepala sekolah yang dimutasi atau di"pecat" gara-gara dianggap gagal dalam UN. UN itu jadi prestise sekaligus momok.


Saya merindukan masa-masa ceria menjelang ujian, walau deg-degan tapi optimis, tiada TEROR. Nilai yang bagus karena memang pencapaian sendiri, tanpa embel-embel bantuan guru atau tim sukses sekolah. Waktu dimana NYONTEK itu ga KEREN. Seluruh proses kita di sekolah menjadi berarti, masa-masa putih-biru atau putih abu-abu menjadi kenangan indah, bukannya memori buruk akibat UN.


Memprihatinkan buat generasi UN sekarang, karena di tangan merekalah negeri ini 10 atau 20 tahun lagi. Bagaimana mau memberantas korupsi,  jika mereka oleh guru-gurunya diajarkan tak jujur dan tak percaya diri??


Buat para siswa yang akan UAN besok, satu pesan dari saya, "JUJURlah dan PERCAYA DIRI-lah. Ingatlah ada Allah, Tuhan yang Maha Melihat. Jika engkau percaya bahwa masa depanmu pasti cemerlang, tanpa menCONTEK pun kamu bisa."  Karena UN ini adalah ujian kehidupan, bagi adik-adik murid sekolah, guru-guru, orangtua dan bagi bangsa ini.

--------------------------------

Link terkait
surat untuk Bapak Mendiknas
generasi kunci jawaban
UN
ujian nasional dilarang!
if I were a senator

Komentar

  1. Bukan UAN yg jd masalah.dr dulu ada UAN kalee, beda nama doang.dlu dgn banggax kta pamerx nilai uan,meski 6 or bahkan 5.coz itu murni hasil perasan otak kita (ga' tau yah..klo dlu ada 'permainan' lain,tp sa pribadi yakin nilai sa murni)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bedalah darmi, dulu ujian bkan penentu kelulusan semata2 dng memakai standar (yg mengada2).

      Hapus
  2. sebenarnya ada uan atau tidak, praktek sogok menyogok tetap saja bisa terjadi dalam rangka pemulus kelulusan..

    cuma memang dengan adanya UAN, kerja keras murid sebelumnya seperti yang terlupakan begitu saja.. beruntung benar yang selama sekolah nilainya jeblok tapi begitu uan, tanpa contekanpun misalnya, sedang beruntung dan dapat nilai sempurna?

    kalo buat saya, uan ini adalah contoh tidak menghargai proses.. yang sayangnya buat anak sd maupun smp, buat melanjutkan ke tingkat selanjutnya, nilai uan jadi penting sekali :( *baladapunyaadikmasihSD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap, tak ada penghargaan bwt proses. Semua mau yg instan aja.

      Hapus

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda atas isi blog saya ini. Kritik, saran yang membangun sangat diharapkan, namun harap sopan.

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.