Langsung ke konten utama

Bulutangkis Indonesia di 2017

Tahun 2017 hampir berlalu, begitu pula dengan gelaran turnamen-turnamen Badminton sepanjang tahun 2017 telah ditutup dengan berakhirnya Superseries Final di Dubai pada 17 Desember yang lalu.  Bagaimana dengan prestasi pebulutangkis kita sepanjang tahun ini, apakah lebih baik dari capaian di tahun 2016 lalu?

Kalau tahun lalu, prestasi paling puncak adalah emas di Olimpiade Rio yang direbut oleh pasangan andalan kita, Tontowi Ahmad (Owi) dan Liliyana Natsir (Butet). Hampir tidak berbeda di tahun ini, pada bulan Agustus di Kejuaraan Dunia Bulutangkis yang merupakan salah satu ajang bergengsi di dunia bulutangkis, gelar Juara Dunia Ganda Campuran kembali dipersembahkan oleh pasangan Owi dan Butet. Gelar yang pernah juga mereka raih di tahun 2013 yang lalu.

Owi dan Butet juga meraih gelar di Indonesia terbuka Super Series Premier (SSP) di bulan Juni, yang sangat istimewa karena gelar di rumah sendiri inilah gelar yang paling sulit mereka dapatkan selama berpasangan. Gelar super series yang lain Owi-Butet tahun ini adalah Perancis Terbuka Super Series (SS) di bulan Oktober.

Berbicara Indonesia di kejuaraan Super Series tahun ini maka pasangan Marcus Fernaldi Gideon dan Kevin Sanjaya Sukamuljo tidak bisa dilewatkan. Pasangan yang tahun lalu meraih 3 gelar Super Series itu, tahun ini meningkatkan raihannya. Tujuh gelar Super Series termasuk yang paling akhir di Dubai Super Series Finals berhasil mereka dapatkan di 2017 sekaligus juga meraih penghargaan Pemain Pria BWF terbaik tahun ini.

Torehan prestasi Marcus-Kevin dimulai di All England SSP dan India Terbuka  SS pada Maret, dilanjutkan di Malaysia Terbuka SS pada April. Sempat dilanda cidera, Mercus dan Kevin hanya sampai pada babak semi final di Singapura Terbuka SS pada April, perempat final di Kejuraan Dunia (Agustus) dan runner-up Denmark Terbuka SSP pada bulan Oktober. Mereka kemudian meraih gelar lagi di Jepang Terbuka SS pada bulan September, berlanjut di China Open SSP dan Hongkong SS pada bulan November 2017. Mereka lalu menutup tahun dengan meraih gelar di Dubai Super Series Finals setelah mengalahkan Juara Dunia tahun ini, Zhang Nan dan Liu Cheng dari China.

Sementara di sektor ganda campuran, selain Owi dan Butet, Praveen Jordan dan Debby Susanto juga meraih 1 gelar super series di Korea Terbuka. Pasangan peraih gelar All England tahun lalu ini juga sempat masuk final di Swiss Terbuka Grand Prix Gold (GPG) Maret lalu namun kalah dari ganda Thailand Dechapol P-Sapsiree T. Kabar buruknya, Praveen dan Debby akan dipisah tahun depan. Praveen akan bermain bersama Melati Daeva dan Debby akan berpasangan dengan Ricky Karanda yang hijrah dari sektor ganda putra.

Dari tunggal putra, meski meraih beberapa gelar bergengsi seperti Super Series (Anthony Ginting di Korea Terbuka) dan SEA GAMES MAlAYSIA 2017 (Jonathan Christie), namun bisa dikatakan sektor yang diisi pemain-pemain muda ini masih belum stabil. Sementara untuk tunggal putri, masih sering jadi penghias draw turnamen alias kalah di babak-babak awal. Prestasi paling menonjol adalah yang diraih Gregoria Mariska dengan menjadi juara kedua di India Terbuka GPG setelah kalah dari PV Sindhu, pemain tunggal putri terbaik India saat ini.

Sektor ganda putri mendapat harapan setelah vakumnya pasangan andalan kita-Greysia Polii dan Nitya Krishinda Maheswari karena operasi lutut Nitya di akhir tahun lalu. Greysia yang kini berpasangan dengan Apriyani Rahayu yang baru berusia 19 tahun mencatat prestasi yang menggembirakan. Juara di Thailand Terbuka GPG pada bulan Juni dan gelar Ganda Putri di Perancis Terbuka SS serta juara kedua di Hongkong Terbuka SS  membuat pasangan yang baru dipasangkan ketika Piala Sudirman Mei lalu ini melesat ke peringkat 10 dunia.

Untuk  kejuaraan beregu, Indonesia mencatat hasil buruk di dua turnamen besar yang diikuti. Hanya sampai babak perempat final di Kejuaraan Beregu Campuran Asia yang berlangsung di Vietnam pada Februari, karena kalah dari Jepang. Dan tidak lolos dari fase grup di Kejuaraan Piala Sudirman karena kalah bersaing dari India dan Denmark. Hasil yang bisa dianggap baik mungkin di SEA GAMES MALAYSIA 2017 pada bulan Agustus, dimana kita mendapatkan emas dari Beregu Putra dan perunggu di Beregu Putri.

Berbeda dengan tim senior, tim junior Indonesia mencatatkan hasil yang sangat baik. Pada Kejuaraan Badminton Asia Junior di bulan Juli, Raihan Naufal dan Siti Fadia Silva meraih emas di nomor Ganda Campuran, sementara untuk nomor Beregu Campuran, Indonesia hanya mampu  meraih perak setelah kalah dari Korea Selatan. Sedangkan di Kejuraan Dunia Junior, Indonesia berhasil meraih dua emas dari tunggal putri (Gregoria Mariska) dan Ganda Campuran (Rinov Rinaldy-Phita H. Mentari), dan dua perak dan satu perunggu. Prestasi yang terasa sangat berharga karena tahun ini kejuaran dunia junior dilaksanakan di Yogyakarta-Indonesia.

Tahun depan adalah tahun yang tak kalah pentingnya. Akan ada Kejuaraan Beregu Asia, Piala Thomas dan Uber serta Asian Games Jakarta-Palembang. Kejuaraan Beregu Asia menjadi penting karena Indonesia menjadi Juara di Beregu Putra saat 2016 yang lalu, serta Piala Thomas karena kita menjadi juara kedua juga di tahun lalu. Sementara, untuk Asian Games, selain karena kita menjadi tuan rumah, dua emas di ganda putra dan ganda putri di bulutangkis harus saat Asian Games Incheon 2014 lalu harus bisa kita pertahankan (kalau bisa sih lebih).

Selain kejuaraan penting, kabar lainnya yang tak kalah menggembirakan adalah kembalinya pasangan ganda putra Indonesia Juara Dunia 2013 dan 2015, Moh. Ahsan dan Hendra Setiawan. Meski Hendra hanya berstatus pemain magang, namun setidaknya pasangan ini akan menjadi pendukung pasangan utama kita, Marcus-Kevin karena sektor ganda putra kita masih belum punya pasangan pelapis yang stabil.

Selain itu juga, saya pribadi sangat berharap kepada PBSI agar memberikan kesempatan yang lebih kepada para pemain junior. Pemain junior Indonesia tidak sedikit yang bersinar di level junior, tapi melempem di senior. Kalau kata salah satu pelatih nasional, mereka kelamaan di"peram".  Berbeda dengan pemain junior di negara lain yang selain bersinar di junior juga cemerlang saat bertarung di tingkat senior karena sering diberikan kesempatan bermain di kejuaraan-kejuaraan yang bergengsi.

Satu harapan lagi, agar Marcus dan Kevin bisa dapat gelar di Kejuaraan Dunia atau Asian Games. Pasangan ini sering terlihat "gugup" jika bermain di level ini. Saatnya mereka buktikan kalau mereka bukan hanya jago di tingkat Super Series.

Semangat terus Bulutangkis Indonesia, teruslah beri kami prestasi yang membanggakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.