Langsung ke konten utama

My First Love: Writing


Cinta pertama? Waduh, tema yang rumit bin ajaib, hehe. Tapi, cinta kan universal, toh? Apa saja bisa jadi cinta pertama kita, gak musti tentang "seseorang", kaaaaaaaan? Oh ya, tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu kelima. Mari kita mulai saja....!!

Bermula dari Diary

Kayaknya semua anak sekolahan di Indonesia di masa dimana internet dan Facebook belum merajalela membahana seperti sekarang pasti kenal dengan yang namanya buku diary.
Saya masih ingat diary pertama saya di tahun terakhir sekolah dasar, buku berisi halaman warna warni yang ditempeli beberapa stiker karakter Disney. Hadiah ulang tahun dari kakak saya yang pertama. Sekedar info saja, saling memberikan hadiah ulang tahun bukanlah kebiasaan dalam keluarga kami, itulah mengapa hadiah itu sangat istimewa (jarang-jarang to!).
Semenjak ada diary itu, saya jadi rajin bercerita melalui tulisan. Hanya saja temanya selalu seragam, pasti tentang ujian dan ulangan. Atau pekerjaan rumah. Mungkin karena terlalu "stress" dengan suasana belajar yang terlalu "padat", beda dengan sekolahan yang lama yang santai banget, saya jadinya mencurahkan semuanya ke dalam diary.
Diary itu bertahan beberapa tahun, hingga saya SMA barulah menggantinya dengan yang baru. Meski tak rajin update, namun saya tetap berusaha mengisinya. Dan kalau tak salah, semua isinya tentang sekolah dan kawan-kawan. 
Masuk kuliah, saya masih setia dengan diary itu. Hanya saja, kuantitas menulis saya menurun tajam. Mungkin karena kuliah yang menuntut konsentrasi yang lebih besar di banding sekolah. Hingga saya lupa menaruh buku diary itu dan kehilangannya.
Beberapa bulan sebelum lulus, gairah menulis saya mulai lagi. Saya mulai tertarik mengkaji beberapa isu, dan berusaha menulis tentangnya. Informasi dari internet juga saya gunakan, saya rajin ke warnet jika saya penasaran dengan suatu hal. Karena sudah punya komputer pribadi, saya pun menulisnya dalam sebuah file word, dan mencetaknya. Dan dengan keberanian, saya menempelnya di papan pengumuman jurusan.

Mulai Ngeblog

Lulus kuliah, saya sempat mencoba menjadi pengajar di universitas lokal, namun tak diterima. Saya akhirnya resmi jadi pengangguran. Pekerjaan tetap saya hanyalah menjadi penjaga warung kelontong punya Mama.Waktu luang yang banyak, yang sebagian besar diisi dengan menonton TV (hobi saya memang nonton TV), menghasilkan ruang keingintahuan yang sangat besar. Banyak hal yang ingin saya bahas, banyak fenomena yang ingin saya ketahui. Saya mencoba menuangkannya ke dalam tulisan di kertas-kertas (bukan diary lagi).
Lalu, sekitar tahun 2006 saya mulai mengenal kata "blog".  Saya tertarik sekali, dan ingin mencobanya. Bersama seorang teman berjanji untuk membuat satu blog melalui satu tutorial yang saya temukan dari hasil browsing. Ternyata, kesampaian buat blognya di tahun 2007. Blog Piaharuddin adalah blog pertama saya. Pia dari nama saya, dan Haruddin dari nama Bapak. Nama yang juga banyak saya pakai untuk beberapa akun di dunia maya.
Walau isinya random, "gak penting" dan minimalis, namun blog ini adalah yang membuat saya bersemangat mengumpulkan recehan  tiap harinya (dari hasil jaga warung) buat ke warnet.  Setiap isu yang "mengganggu" pasti saya tuangkan ke dalamnya. Blog yang juga sangat bersejarah buat saya, karena merekam transformasi saya dari pengangguran menjadi pegawai kantoran.
Blog piaharuddin lalu berubah menjadi blog Mudhalifanaharuddin (blog yang ini), memakai nama resmi saya dan juga nama Bapak saya kembali. Blog yang menghiasi  hari-hari dan menjadi saksi beberapa peristiwa penting saya.

Menulis Buku

Sebelumnya memiliki buku hasil tulisan sendiri jauh dari angan dan cita-cita saya. Saya beranggapan, seorang penulis itu adalah pastilah orang yang mendedikasikan waktu dan perhatiannya hanya untuk menulis buku. Rupanya saya salah. Semua orang berhak membuat buku, termasuk saya.
Semua bermula dari waktu senggang, di antara masa-masa kepindahan saya ke kampung. Pertama kali mencoba audisi menulis dari seorang penulis novel, namun tak lolos. Audisi yang menyisakan perasaan exciting, antusias. Saya akhirnya menemukan satu kesenangan baru, menulis untuk buku.
Dari situ, buku-buku saya lahir. Bahkan, salah satunya adalah hasil dari ajang yang saya dan teman buat sendiri.

***

Menulis adalah cinta pertama saya,yang sudah melalui banyak bentuk. Dari diary ke blog lalu menjadi buku. Bentuk yang pertama sudah saya tinggalkan, hanya menekuni yang kedua dan terakhir. Meski begitu, cinta ini sepertinya akan bertahan lama. Percayalah ^^

Komentar

  1. wah-wahhh cinta pertama yang inspiratif,,hingga jadi tumpukan buku...*andai bisa baca karya-karyanya gratis* duuhh muka gratisan nih hehe
    Salam kenal :)

    BalasHapus
  2. akupun belum lama ini jatuh cinta padanya :)

    BalasHapus
  3. smoga cinta ini abadi...krn dengannya ktpun bisa abadi dg karya..:-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Melalui karya, semoga menjadi amal jariah B-)

      Hapus
  4. Cinta pertama pada hal yang sama :-)
    Tapi, semoga untuk hal yang ini cinta pertama tak akan pernah mati ;-)
    Saya sempat vakum menulis, sampai CLBK menyapa, dan kembali tenggelam dalam dunia cinta bersama "writing".
    Keep writing dan terus berkarya... ;-)

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda atas isi blog saya ini. Kritik, saran yang membangun sangat diharapkan, namun harap sopan.

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.