Tadi pagi, di angkot bertemu dengan 2 anak laki. Mereka ternyata adalah siswa kelas 6 SD yang mau daftar masuk SMP, saya tahu karena mereke berhenti di depan salah satu SMP. Rupanya sudah musim pendaftaran murid baru untuk jenjang SMP.
Jadi ingat waktu daftar SMP juga. Nah, di kota tempat tinggalku dulu, Raha, ada dua SMP unggulan, SMP 1 dan SMP 2, dua-duanya negeri.
Waktu akhir kelas 6, saya memutuskan memilih SMP 1. Penyebabnya, karena banyak teman yang juga memilih sekolah itu (aka ikut-ikutan ). Setelah ujian EBTA/EBTANAS (ujian akhir yg ceria, ga pake crita horor kyk UAN skrg ) selesai, saya segera berlibur ke Kendari dan menyerahkan urusan daftar-daftaran sama Bapak. Pokoknya terima beres
Liburan selesai, saya pun mesti balik lagi ke Raha. Saat waktu pendaftaran akan berakhir, Bapak mengajak saya melihat sekolah yang baru itu. "Kita pigi liat sekolahmu," ajak beliau. Saya pun oke, dan bergegas naik ke motor, kami berdua lalu melaju ke arah SMP tersebut.
Melewati pepohonan Jati (atau hutan kali ya, dulu masih banyak di Raha) , saya mengamati jalur yang akan sering ditempuh itu. "Jauhnyaaa..," dalam pikiran saya. Tidak menyangka kalau tiap hari mesti ke sekolah yang jaraknya jauh kayak ini.
Setelah sampai, saya lalu bilang ke Bapak "Ndak jadi. SMP 2 mo saja. Jauh yang ini." Tanpa banyak bicara, Bapak menyanggupi permintaan saya dan menarik berkas yang sudah ada di sana. Kami lalu meluncur ke target baru, SMP 2 Raha.
Di SMP 2, dengan waktu daftar yang mepet, saya berhasil masuk juga. Hanya saja, saya masuk ke kelas terakhir, 1-tujuh. Walau nilai NEM saya bagus, karena datangnya injury time, saya mesti "pasrah" ditempatkan di kelas yang sebagian besar adalah anak-anak 'buangan". Buangan, karena rata-rata mereka yang di situ adalah yang nilainya paling rendah, penampilannya urakan dan perilakunya juga nyeleneh. Yo wis lah, daripada tidak sekolah, hehe. Saya bertahan di situ, tapi dengan harapan bisa pindah ke kelas unggulan cawu depan, sama dengan harapan Bapak juga. "Bisa ji pindah cawu depan ke 1-satu!" janji Bapak, tentunya dengan nego sama Kepala Sekolah. Janji yang tidak terwujud, sebab saya ternyata berhasil bertahan di 1-tujuh selama setahun, dan berhasil menjabat ketua kelas di sana. Posisi yang sekali seumur hidup saya
jadi kelas bertahan ini...??ketua kelas pula, asli bertahan betul..hehe
BalasHapusumbeeeee...aku bertahaaannn :P
Hapus