Langsung ke konten utama

November Rain in Jakarta

It's November, and it's rainy season again, here in Jakarta.
Udara yang biasanya panas panas dan kering, berubah dingin dan basah. Aku masih “tertinggal” di kantor yang sudah mulai sepi, dengan tugas-tugas demi even yang akan diadakan besok.


Sepintas ku tengok kaca jendela penuh dengan titik-titik air dan berembun, seharusnya AC tak usah dinyalakan, udara ruangan ini terlalu dingin buatku. Ku eratkan jaket tebalku, yang selalu menemani tubuhku melalui udara dingin di kantor ini. Tanganku mulai beku.
Hari ini tanggal sepuluh , dan besok tanggal sebelas. Petinggi-petinggi itu rupanya pandai memilih tanggal, sebelas bulan sebelas. Sebuah tanggal cantik hingga perayaan besok pasti akan meninggalkan kesan. Kami pun telah dibagi seragam. Ya, seragam, bukan sembarang pakaian yang tiap hari kami kenakan. Peristiwa penting tanpa seragam berasa hambar jadinya.



Ku selesaikan pekerjaanku, harus. Teman-temanku juga sudah berusaha keras, agar semua tuntas sesuai waktunya. Besok tak boleh gagal.
Hujan belum berhenti, sepertinya aku akan tiba di rumah dengan bonus sepatu dan rok yang basah. Udara juga semakin dingin.


Ku akhiri ini sampai di sini, jaket ini rupanya tak sanggup lagi melawan dingin.






2008, November, Jakarta.
Based on my true story.  
--------------------------------------------------------------

ini adalah tulisan saya di buku antologi terbaru, goodbye NOVEMBER buku 2 dari nulisbuku. Tulisan ini adalah pengembangan dari postingan lama yang aslinya sok english
Bukunya sendiri masih belum ada di tangan, menunggu keuangan membaik dulu
Bagi yang mau beli, sila kirim email ke admin@nulisbuku, dengan format judul (goodbye november buku 2), jumlah buku, nama lengkap, alamat lengkap dan nomor handphone.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.