Langsung ke konten utama

Meet a Friend

Bermula dari pesan di akun Linkedin saya, 

Seorang teman lama, yang saya kenal selama kerja di kantor pusat rupanya ingin berjalan-jalan ke Kendari, khususnya stasiun gempa tempat saya sekarang.  Saya menjawab, silakan datang, ada banyak pemandangan laut di sini, juga rocking road (hehe, yang bener itu rocky road, dari teman saya).

Untuk memuluskan, kami pun bertukar nomor telepon juga. Nah, kalo saat imel-imelan memakai boso inggris, maka sms-sms dilakukan dalam bahasa indonesia. Rupanya Ole memang lagi menggiatkan berbahasa Indonesia (padahal kita maunya berbahasa Inggris dengan bule, kebalik ya^^). Alhamdulillah..saya tak perlu lagi berpotang panting mencari kata Inggris yang tepat, hehe 




Ole tiba di Kendari hari Kamis, lalu datang ke stasiun Jum'at pagi. Karena sudah bekerjasama dengan BMKG cukup lama, tidak heran kalau dia antusias dengan stasiun di daerah. Beserta istri, Robyn dan anaknya, Chilly, kami menunjukkan peralatan di stasiun mungil kami.  Sensor gempa, petir, alat penakar hujan, dan komputer-komputer analisa. 

Ole berprofesi sebagai numerical modeller di AIFDR, lembaga kerjasama Australia Indonesia di bidang bencana, kami dulu bekerjasama membangun software analisa akselerograf yang dipakai di divisi seismologi teknik. Sebuah kerjasama yang bertujuan untuk menghasilkan sistem analisa guncangan dan pemetaan pengaruhnya terhadap daerah-daerah di Indonesia. Sementara kini di stasiun gempa Kendari, datanya masih sangat konvensional. Sistem di sini belum terintegrasi dengan yang di pusat. Sangat pantas, karena ini hanya stasiun kelas IV, sebuah kelas di lapisan paling bawah semua UPT (Unit Pelaksana Teknis) BMKG. Doakan semoga naik cepat naik kelas ya pemirsa.


Melihat penakar hujan

Tak banyak yang bisa ditunjukkan kepada Ole, karena memang hanya ada beberapa alat yang ada, hehe. Meski begitu, dia terkesan dengan keeksotisan stasiun ini, banyak fruit tree-nya, udaranya yang  segar karena berdekatan dengan laut.  

Sebenarnya saya agak kaget waktu melihat Ole datang dengan keluarganya. Saya tidak berani menanyakan dalam imel atau sms-takut melanggar privasi (kayak artis kita aja), dengan siapa dia akan datang. 
Ole bisa berbahasa indonesia, walau tidak terlalu lancar. Dia juga pernah muncul di acara BuGil (Bule Gila, bersama Farhan) beberapa tahun yang lalu. Bule-bule ini memang kekeuh belajar bahasa, kalau mentok ya tinggal buka google translate


Ole, Robin, Chilly dan rekan2 saya

Karena hari kerja, saya tidak menemani Ole berkeliling kota Kendari. Ole hanya bertanya, tempat wisata yang bisa untuk berenang. Teman saya menyarankan ke waterboom saja, karena searah dengan bandara. Sabtu,  mereka pun terbang ke Jakarta, back to work.

Sebelum pamit, saya sempat bertanya ke Ole, tentang Rocky Road. Yang saya maksud adalah jalanan rusak yang melintasi arah ke stasiun ini, Ole tak melihatnya. "Sudah diperbaiki!", saya menegaskan, hehehe. Tak ada lagi rocky road, beberapa minggu sebelumnya jalanan itu sudah diperbaiki.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.