Langsung ke konten utama

Ngumpul Yang Asyik

Sudah menjadi fitrahnya kalau manusia itu makhluk sosial, senang kalau berkumpul. Apalagi bagi yang punya hobi dan interest yang sama. Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu kedelapan.

Tentang Komunitas.

Secara fisik, saya belum pernah berkomitmen sebagai pengurus di komunitas apapun, bahkan waktu sekolah (OSIS dkk). Saya pribadi "kurang" suka berorganisasi. Selepas sekolah, saya lebih memilih langsung pulang. Kegiatan sore yang paling "bermutu" diisi dengan les, itupun hanya dua kali seminggu. Selebihnya, saya di rumah, bermain dengan teman atau nonton TV. 

Waktu kuliah juga. Saya memang tercatat sebagai pengurus himpunan jurusan, namun kenyataannya keberadaan saya sama seperti anggota yang tak aktif. Pengurusnya memang kawan-kawan saya juga, namun saya tak pernah menceburkan diri ke banyak kegiatan mereka. Saya puas hanya sebagai anggota. 

Kekurang tertarikan saya akan berorganisasi itulah yang membuat kemampuan bersosialisasi saya sagat memprihatinkan. Yang baru bertemu dengan saya mungkin akan sulit untuk akrab. Saya cenderung suka menyendiri, sibuk dengan urusan sendiri. Atau memilih mengobrol dengan kawan yang lain. Eh, bukan ngobrol ding. Lebih tepatnya, sesekali berbincang.

Banyak fakta yang menyatakan kalau orang yang bisa mengungkapkan isi pikirannya melalui tulisan, kenyataannya di dunia nyata adalah orang-orang yang pendiam dan pemalu. Deskripsi ini cocok dengan kepribadian saya.  Saya pendiam, tapi saya suka menulis.


Semenjak mengenal  internet dan blog, saya mulai memasuki banyak "pintu" di sana.

Satu komunitas yang saya "tekuni" di awal adalah komunitas penggemar bintang sinetron (aaah, jadi malu. Ingat "kelebay"an masa lalu). Saya memang suka nonton, dan masa itu adalah masa dimana semua acara TV saya tonton (heeedeeeeeuhhh). Saat itu saya suka satu sinetron, dan "terpaksa" menyukai bintangnya. Dengan akses internet yang lancar, semua info tentang sinetron itu mudah saya dapat. Saya lalu tercebur ke grup itu, blog dan Facebooknya, Twitter juga saya kenal melalui grup tersebut. Tiap postingan yang muncul di blog, kami komentari habis-habisan. Apalagi sinetronnya stripping, jadilah tiap hari kami ngobrol tentang setiap adegan yang tayang sebelumnya. Seru sih, tapi....(hmmmm).

Kopdar pertama saya dengan satu anggota grup itu di adakan di sebuah mal di daerah Senen. Lalu, kopdar kedua di daerah Jakarta Barat. Semenjak kopdar yang kedua, saya merasa tak cocok dengan grup itu. Asal saya yang dari daerah, berbeda jauh dengan mereka yang sudah lama di kota besar. Saya pun perlahan-lahan menarik diri dari komunitas itu, walau tak memutuskan silaturahmi dengan semua anggota grup. Saya sekarang juga tak doyan sinetron (tak ada yang layak ditonton sekarang).

Komunitas kedua di dunia maya, adalah grup Multplyers Indonesia (MPID). Grup tempat para narablog multiply, platform blog yang juga adalah jejaring sosial. Saya sudah punya blog multiply dari tahun 2008 dengan username, pianochenk. Namun, baru aktif semenjak pindah ke Kendari, yakni tahun 2011. Baru tahu kalau di MP itu berisi orang-orang hebat yang tak segan membagi ilmunya, baru di 2011. Terlambat.

Kopdar (kalau bisa dibilang begitu) dengan blogger MP yang lain sayangnya hanya saya lakukan senior dan junor saya di SMA. Dari MPlah saya tahu, kalau mereka ternyata orang-orang yang dekat dengan saya. 

Di MP, saya berjumpa orang-orang yang suka menulis (buku). Bahkan tak sedikit yang sudah menerbitkan beberapa judul. Saya memang memilih MP awalnya dari dua penulis wanita hebat, Asma Nadia dan Helvy Tiana Rosa (yang sayangnya sudah tak aktif lagi saat saya mulai aktif di sana). Bergaul dengan penulis, membuat saya seperti "ketularan", jadinya mulai sediikit-sedikit belajar menulis.

Satu yang mengasyikkan (dan ngangenin) dari MP adalah cara komen di tiap postingan. Entah mengapa, hampir bisa dipastikan semua MPers bisa berkomen OOT (out of topic) dengan segokil-gokilnya. Apalagi kalau yang punya postingan seleb MP, pasti komennya berderet beberapa laman (pages). Gila, dan seru abis!!

Tapi, semua keseruan itu harus berakhir ketika fasilitas blog di MP dihapus. Pertengahan 2012, mulailah banyak yang hengkang. Para ex-MPers terpencar-pencar, mencari platform blog atau tempat nongkrong yang lain. Multiply pun juga akhirnya tutup awal Mei kemarin. Namun, beberapa masih menjalin silaturahmi, seperti membuka grup di Facebook. Ataupun saling bertukar nomor telepon.

Dari dua pengalaman saya berkomunitas (di dunia maya), ada beberapa hal yang menjadi pelajaran untuk saya.
  • Yang pertama, walaupun punya interest yang sama, jangan langsung menceburkan diri ke dalam satu grup. Apalagi mengingat saya yang punya hobi musiman. Amati dulu, siapa tahu sukanya musiman/angin-anginan.
  • Tak ada yang abadi. Bersiaplah untuk yang terburuk (seperti Multiply).
  • Di dunia maya dan nyata punya kode etik yang sama, kejujuran adalah yang utama.
  • Silaturahmi, perluas jaringan. Pasti banyak keuntungannya. 
Sekarang, di Facebook saya fokus pada grup blogger, dan komunitas menulis, dua passion yang masih saya jaga. Dua passion yang membuat saya merasa asyik untuk ngumpul di dalan komunitasnya.


Komentar

  1. mirip2 dengan saya, merasa lebih visa berkomunikasi lewat tulisan, susah bergaul dg orang asing, cenderung pendiam...tp klo saya sudah nyambung sama seseorang, bisa cerewet minta ampun, hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh, sama. Saya cerewetnya itu sama adek di rumah, hehe.

      Hapus
  2. ugh, ada cerminanku juga disini @_@
    tapi, aku enggak gitu pemalu en nggak penyendiri... dikit [halah]
    salam kenal Pia ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal juga.
      Banyak jg yg ga sadar kalo mereka itu pendiam, hehe. Aku aja sadarnya baru-baru ini, setelah dibilangin ama temen B-)

      Hapus
  3. Ternyata ada kesamaan dengan Mba Pia, lebih bisa mengungkapkan perasaan melalui tulisan daripada komunikasi verbal, jadi terkesan tertutup dan penyendiri ;-)
    Yang penting tetap eksis ;-)
    eh maksudnya tetap berbagi ide dan manfaat bagi sekitar dengan cara apapun ;-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak.
      Suka deh yg kalimat terakhr, "berbagi ide dan manfaat bg sekitar dgn cara apapun", dalem banget artinya.

      Hapus
  4. berkomunitas sebaiknya kita lakukan di dunia nyata maupun maya. Dunia nyata, krn mereka sering lebih memahami kita secara nyata. Apalagi kl kita sdh loyal sm komunitas tsb. tentu kita sering tertolong dg mereka ketika kita mendapatkan musibah dsb. Komunitas maya,mereka akan hanya tahu jika kita memang mau share dg permasalahan kita. Betul? Jadi sebaiknya kita perlu komunitas dunia nyata.
    Sebenarnya sy jg pendiam, tp sy menyadari ternyata menyendiri itu tidak nyaman buat saya dan lingkungan. akhirnya dg sepenuh hati sy mcoba terbuka sedikit demi sedikit kpd orang lain. Cobalah...

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda atas isi blog saya ini. Kritik, saran yang membangun sangat diharapkan, namun harap sopan.

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.