Langsung ke konten utama

Ahsan-Hendra, Hebat!!

Penonton bergemuruh. pasangan Muh. Ahsan dan Hendra Setiawan memasuki lapangan. Disusul Lee Yong Dae dan Kon sung Hyun, ganda dari Korea yang banyak digandrungi penonton wanita Indonesia (thanks to Korea's Fever).

Kali ini mereka bertemu di final setelah awal tahun bertemu di Final Malaysia Terbuka. Yang berbeda hanyalah peringkat. Kini, Ahsan dan Hendra di urutan 13 dunia, sementara Lee Yong Dae-Ko Sung Hyun yang lebih banyak memenangkan turnamen, kokoh di peringkat pertama BWF.
 
Pertarungan dimulai. Ahsan dan Hendra bermain cepat dan bersih, jarang melakukan kesalahan. Mereka terus menekan. Ganda Korea jarang diberi ruang buat menyerang. Pasangan kita unggul 21-14 di set pertama.
 
Masuk ke game kedua, rupanya pasangan Korea mulai tune-in setelah di babak pertama mati mesin. Sempat mengambil alih beberapa poin, namun Ahsan-Hendra tak kehilangan kepercayaan diri. Sorak-sorai semakin memberikan suntikan semangat. "Indonesia.. Indonesia!!" menggoyang istora minggu sore itu. Akhirnya, pasangan Indonesia memenangkan set tersebut sekaligus memenangkan gelar Ganda Putra turnamen Indonesia Open Premier Super Series 2013-ajang bulutangkis yang dinilai paling atraktif dan berhasil dibanding yang lain (according to BWF).
 
Gelar ganda putra kali ini memeberikan gambaran kalau di kelas ini, kita belum habis. Tantowi-Lilyana (dan ganda campuran) bukan satu-satunya kekuatan Indonesia.

Indonesia masih ada!! 


Muh.Ahsan dan Hendra Setiawan, Indonesia Open Premier Super Series 2013
(Gambar dari www.lensaindonesia.com)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.