Langsung ke konten utama

Mission Impossible

"Ini seperti mission impossible, gak mungkin !" ujar mr. Y. Acara yang akan berlangsung di hari kedua minggu depan itu menjadi sumber ujarannya. Sebenarnya tugas kelompok kami tidak terlalu berat. Hanya membuat list undangan, dan mengurus segala hal yang berkaitan dengan undangan. Tapi, ternyata kenyataannya tidak demikian. Kami terus menerus dipusingkan dengan jumlah undangan yang terus bertambah tiap detiknya, dan membuat semuanya tampak rumit. "
Saya, sebenarnya tidak terlalu menjadi bagian penting disitu. Kondisi fisik yang kurang fit untuk selalu tinggal di kantor hingga malam, bahkan sampai tidur di kantor, membuat saya berperan hanya sebagai "tim penggembira", membantu apa saja yang bisa saya bantu.
Waktu berlalu, dan tibalah saat atasan langsung saya pulang dari luar negeri dan segera mengambil alih tugas-tugas mr.Y. Beliau yang sebentar lagi pensiun akhirnya bisa bernafas lega dan tersenyum, ahhhhhh.
11 November, jam 10 pagi. Acara peluncuran pun berlangsung, dengan bintang utamanya orang nomor satu di negeri ini. Tombol sirine pun dipencet, menyiarkan bunyi peringatan ke beberapa pantai di sumatera, bali dan sulawesi. Dua jam kemudian, acarapun selesai. Menyisakan makan siang bagi kami, panitia dan pegawai lain. Senyum dan nafas lega, aaaaahhhhhhh, mission has accomplished. Kini, ada misi lain lagi, coklat suvenir, hmmmm...enak.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.