Langsung ke konten utama

Diskusi Buku :The Last Lecture

Sabtu, 29 November 2008. Waktu menunjukkan pukul 15.30, bergegas menuju ke jalan raya. P10, Kopaja 20 lalu kopaja 612. Sampai juga di Paramadina, auditorium. Setengah lima lewat, terlambat setengah jam, "it's normal!". Andy F Noya sedang melakukan prolog, pembicara tamu belum dihadirkan. 5 kurang lima, mereka pun dipanggil.
Hujan turun, petir juga sesekali menyambar. Esty Nugraha, sang adik angkat penulis buku The Last Lecture, Randy Pausch, mendapat kesempatan pertama. Dia bercerita tentang proses adopsinya, sebagian besar lagi mengenai kedermawanan keluarga Pausch.
Randy Pausch, seorang professor ilmu komputer dari Universitas Carnegie Mellon, divonis kanker pankreas dua tahun yang lalu. Buku yang ditulisnya bersama Jeffrey Zaslow, menjadi inspirasi bagi banyak orang, diilhami oleh kuliah terakhir yang diberikan Randy bagi mahasiswanya. Buku tersebut bukan berisi kegundahan Randy akan penyakitnya atau tentang sekarat melainkan optimismenya tentang hidup, mimpi-mimpinya. "It was about living...www.the lastlecture.com"
Professor Komaruddin Hidayat, menjadi pembicara kedua. Mengupas "Psikologi Kematian", tentang riset dan pemikirannya setelah membaca banyak buku dari paham dan agama berbeda. Buku yang juga amat mengisinpirasi Andy F Noya.
Adzan Maghrib, tapi acara belum selesai. Masih ada sesi tanya jawab, and I was freezing to death, gila..dingin sekali! Aku tidak bisa berkonsentrasi pada sesi terakhir ini, sehingga lenyaplah my goody bag's chance.
Kesimpulan acara diskusi buku kali ini: memang judulnya The Last Lecture, tapi yang menjadi sorotan, ya bukunya Prof Komaruddin.
Jam setengah 7 kurang lima, it's over. Sebelum pulang, mampir dulu ke mushala kampus.
Jam 7 kurang 10, meluncur ke jalan kembali. No more rain. Bis 46, ketemu dengan 2 orang pengamen. Ditangan mereka, lagu "Merindukanmu"-nya d'Massive terasa pas. Salah seorang personelnya membuatku tertawa, terlalu bersemangat cara nyanyinya. Kalau kata mba ii', cara menyanyi seperti itu bisa membuat pita suara rusak (halah).
20, kembali mendengar d'massive. Lagu "Cinta ini membunuhku" dibawakan oleh seorang pengamen cilik perempuan dengan apik, dengan ukulelenya. Kali ini, yang membuatku tertawa adalah di setiap bagian "ooo..ouo..oooooohhhhh..", pasti dipotong menjadi "ooo..............", selebihnya diisi dengan suara ukulele, cerdik!
Setelah pengamen itu turun, aku disajikan pemandangan lampu-lampu di kawasan Kuningan yang terasa sangat indah di malam itu, udara terasa nyaman.
Pindah ke P10, penuh asap rokok. Perda ternyata tidak berdaya menghadapi para perokok ini.
Jam setengah delapan kurang, sampai juga di rumah.


Komentar

  1. salam kompak. moga jumpa di kendari

    BalasHapus
  2. Dah lama g berkunjung, ternyata banyak posting baru.. :)
    Balik ke cerita di atas, jadi dirimu g dapet bukunya ya..? Biasanya kan dibagi toh di akhir acara..?
    Wah, kapan ya saya bisa ikut live-ny kick andy juga..?
    Biar dapet buku gratis lagi..
    (mode jahil = on)
    he.. he.. he..

    BalasHapus
  3. kalo onair mang dibagi, pi kalo offair ato disbuk g..:(

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda atas isi blog saya ini. Kritik, saran yang membangun sangat diharapkan, namun harap sopan.

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.