Langsung ke konten utama

Hikmah..hikmah..eps.mati lampu, Sabtu 2 Agustus

Di setiap masalah yang ada pasti Allah menyiapkan jalan keluar dan hikmah yang akan dirasakan oleh manusia yang mengalaminya, dan inilah yang terjadi di hari Sabtu kemarin.
Lampu di rumah kostan saya tiba-tiba mati di tengah subuh yang hening (halah!). Istilah kerennya sih Trip Out (ini saya dapat dari teman satu kosan yang memang seorang teknisi). Bau menyengat memenuhi ruangan tengah, dan sumber bau belum bisa teridentifikasi oleh petugas yang bahkan telah "menggeledah" seluruh instalansi listrik di rumah itu. Diagnosa awal, terjadi korslet. Tapi, ya tadi, belum dapat dipastikan dimana lokasi pasti atau TKPnya.
Setelah berjam-jam pencarian dilakukan, akhirnya ketemu juga. Tanpa disangka-sangka, lokasinya berada di kamar sebelah kamar saya. Kamar yang telah diperiksa pada jam-jam awal kejadian. Pemilik kamar tersebut rupanya sangat mengantuk sampai-sampai tidak menyadari kalau stok kontak dikamarnya telah gosong terbakar. Kesimpulan akhir, penyebab telah berhasil dikenali dan dapat diatasi dengan baik.
Apa hikmahnya? Pertanyaaan bagus. Kehidupan Jakarta yang individualistik menjadikan kita orang-orang asing bagi satu sama lain, bahkan yang tinggal dalam satu tempat. Peristiwa subuh itu rupanya membuat kita semua berkumpul, tukar pikiran dan berinteraksi kembali. Dan ini jarang terjadi....
Memang janji Allah selalu benar, sesudah kesulitan ada kemudahan, dan sesudah kesulitan ada kemudahan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.