Langsung ke konten utama

Susahnya belanja barang Korea (catatan elevenia)

Iya, elevania yang itu!

Jadi 3 bulan yang lalu, saya ingin sekali memiliki matras akupuntur asal Korea, karena kepincut tayangan matras itu di Running Man (okeh, saya memang penggemar variety show itu, bangeut!!). Dengar-dengar sih bisa buat badan jadi segar meski rasa sakit yang dihasilkan di kaki mirip rasa tertusuk-tusuk jarum. Nah, buka-buka internet, ketemulah tempat yang jualan barangnya, dari Korea pula. Adalah di elevenia (yang iklannya Cinta Laura itu loh!), dengan harga sekitar 300 ribuan plus ongkos kirim dari Korea, total harganya 450 ribuan. Setelah pesan, kemudian transfer, maka menunggulah saya akan kedatangannya.

Sebulan kemudian, barangnya belum datang juga. Saya masih sabar menanti. Soalnya sepanjang pengalaman belanja online (apalagi di tempat sebesar itu), kecil kemungkinan barang tidak dikirim dalam pikiran saya. Lalu, ada email masuk dari elevenia. Isinya, meminta balasan konfirmasi jika barang sudah diterima, dengan waku 3 x 24 jam. Saya masih menunggu lagi. Sabar.


Eh, 2 hari kemudian, tiba-tiba email yang lain masuk lagi. Isinya konfirmasi barang telah diterima (dengan asumsi saya tidak membalas email pertama tanda saya memang telah menerima barangnya). Ggggrggghh, dalam hati, apa-apaan ini?? Barang belum diterima, waktu email 3 hari belum lewat, kok sudah main konfirmasi saja. Saya segera membalas email itu, dengan nada yang kesal, tapi tidak ada tanggapan dari pihak sana. CS-nya juga tidak bisa dihubungi. Via akun my elevenia juga tidak bisa komplain. Saya kesal sekali. Kok ada tempat belanja online yang sama sekali tidak ada saluran keluhannya. :@

Lalu, ketemulah akun twitternya, @eleveniacare. Rupanya, melalui twitter-lah, keluhan ke elevenia cepat ditanggapi. Namun, lagi-lagi saya "dilempar" ke bagian kurir pengiriman barang, perusahaan Star Logistic. Saya menabung sabar kembali di sini. Info dari ekspedisi skala internasional itu, orderan saya masih dalam jadwal pengiriman, yang artinya belum dikirim (dari sebulan lalu!!). Saya disuruh untuk menghubungi mereka seminggu lagi. Sabar!!

Dan, sebulan kemudian saya komplain lagi ke @eleveniacare. Dijanjikan akan dikirimkan email (yang sampai sekarang tak pernah sampai  ke kotak email saya). Tgl 15 Desember, saya mengultimatum untuk segera memberi kepastian, kalau tidak saya membatalkan pesanan tersebut. Kepastian tak datang juga besoknya, saya akhirnya menge-tweet pembatalan pesanan. Cukup, kesabaran saya hanya bisa dua bulan saja. Lalu, segala puji bagi Allah, Elevenia merespon cepat. Walaupun pengembaliannya berlapis-lapis langkahnya (pengembalian poin, kemudian pengembalian uang), akhirnya uang saya bisa kembali juga.

Dengan pengalaman ini, saya "kapok" belanja di elevenia. Tidak dua kali dah. Meski uangnya balik, tapi informasi pengiriman barangnya tidak jelas. Harusnya jika barang tidak bisa dikirim atau terlambat, sebagai pembeli, diberikan informasi yang jelas. Apa yang terjadi jika saya tidak komplain?? Wallahu'alam.

Komentar

  1. Bagus kakak. Kalau pelayanannya nggak bagus, mending langsung dibuat postingan. Mereka nggak tahu kalau seorang blogger merupakan jurnalistik lepas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap, complaint by blogging. Diusahakan jadi kebiasaan, supaya gak hanya bisa menggerutu di status sosmed.

      Hapus
  2. wah mau coba tuh belanja di elevenia

    BalasHapus
  3. Sebisanya cari yang prosesnya enggak ribet misal tokopedia,bukalapak dll

    BalasHapus
    Balasan
    1. Keduanya plus Laz**a emang lebih gampang, gak ngeribetin kek elevenia. Saya udah pernah nyoba belanja di sana.

      Hapus
  4. emang di elevania banyak ya barang Korea?

    BalasHapus
  5. makasih infonya, jadi masukkan untuk saya yg suka belanja online...
    hal-hal seperti ini harus diungkapkan, biar tidak banyak yg kecewa apalagi sampai harus jadi korban

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda atas isi blog saya ini. Kritik, saran yang membangun sangat diharapkan, namun harap sopan.

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.