Judul : Jilbab dalam Pelukan Uncle Sam
Penyusun : Meidya Derni
Penerbit : Madanisa (imprint dari Salamadani)
Penyunting : Emsoe
Perancang Sampul : Norma Aisyah
ISBN : 978-979-17213-3-2
Cetakan I : Februari 2008
Tebal : xii + 188 hal
Kasus Charlie Hebdo dan Islamofobia di Eropa membawa saya kembali pada buku ini. Sebuah buku yang saya beli akhir Mei, 6 tahun yang lalu, di sebuah toko buku yang berada di gang sempit kawasan Rawamangun. Jilbab dalam Pelukan Uncle Sam. Saya masih ingat kenangan saat pertama kali melihat sampul bukunya. Sampul yang adalah jendela sebuah buku, dan sampul buku ini sangat menarik di mata saya. Seorang perempuan muda yang mengenakan kerudung dari bendera Amerika, Star Spangled Barner. Cerita yang diangkat menjadi sampul bukunya adalah salah satu kisah di dalam buku ini yang kebetulan juga menjadi judul bukunya, Jilbab dalam pelukan Uncle Sam. Kisah tentang pekerja anak Indonesia di Amerika yang disiksa majikannya dan berakhir di pengadilan Amerika.
Para penulis dalam buku ini adalah perempuan Indonesia yang tinggal di Amerika Serikat, sebagian besar adalah ibu rumah tangga. Cerita yang ditulis di tahun 2006 memberikan gambaran bagaimana kehidupan mereka sebagai muslimah terutama setelah peristiwa 11 September 2001 (Black September). Uniknya, ada beberapa yang memutuskan memakai jilbab setelah tinggal di sana.
Menjadi wanita muslim apalagi di negara seperti Amerika merupakan perjuangan setiap hari bagi mereka. Pandangan sinis, miring bahkan tindakan kasar pernah mereka dapatkan. Namun, tak sedikit juga uluran tangan dan persahabatan yang hangat dari orang Amerika yang sudah mengerti. Seperti juga masyakat kita umumnya, ketidaktahuan membawa asumsi. Dan terkadang asumsi atau anggapan yang berkembang dari ketidaktahuan itu adalah yang jelek-jelek. Pengetahuan masyarakat Amerika tentang Islam kebanyakan diperoleh dari berita buruk yang membawa nama Islam-sebut saja terorisme.
Kisah para muslimah dalam mempertahankan jilbabnya di ruang publik atau bahkan di ruang radiologi, dikira biarawati (nun), atau pandangan kasihan dari orang karena dianggap dipaksa oleh suami-suami mereka dalam berjilbab, adalah salah banyak dari kisah-kisah inspiratif dalam buku ini. Membuat saya atau mereka yang tinggal di Indonesia akan pasti merasa lebih beruntung sebab dengan bebasnya bisa berjilbab (walau banyak juga yang dipandang sinis dengan jilbab panjang atau cadarnya), sesuatu yang harus sering-sering kita syukuri. Berbagai kisah dalam buku ini bisa menjadi gambaran betapa beratnya menjadi muslimah berjilbab di negeri Paman Sam itu. Namun bagi mereka juga adalah perjalanan penuh hikmah yang menambah keimanan.
***
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusBukunya menarik banget, Kak. Reviewnya keren! :)
BalasHapusBaru mampir udah suka sama tulisannya :)
BalasHapuswww.fikrimaulanaa.com