Langsung ke konten utama

Mengembalikan (restore) Tampilan Print Composer di QuantumGIS

Utak-atik emang pekerjaan yang menyenangkan, kalau tahu cara mengembalikan ke keadaan sebelumnya. Tapi kalau tak tahu, maka untuk itulah tombol CTRL + Z (undo) diciptakan, haha.

Yang masalah adalah saat tombol undo bagi tampilan tak tersedia, begitu pula tanda-tanda tombol yang lain. Hopeless:(

Dari kemarin, setelah sedikit main-main dengan Print Composer QuantumGIS (tools untuk mencetak peta), saya dengan "tanpa sengaja" mematikan tampilan sebelah kanannya. Yang saya kira bisa saya kembalikan dengan mudah. Ternyata tak bisa, saudara-saudara. Berulang kali saya coba, namun  tak satu pun yang sukses.

Pagi ini, setelah berkontemplasi cukup dalam (hedeuhhh bahasanya B-) ), saya mencoba strategi lain. Uninstall QuantumGIS lalu install ulang, dan hasilnyaaaaaaaaa......gagal maning-gagal maning. Sama sekali tak berubah. Mau tak mau harus cari bantuan ekstra dari luar, yakni mbah Google.

tampilan print composer yang asli

setelah diutak-atik

Ketik di google, how to restore print composer quantum GIS.  Berbagai pilihan keluar, yang awal-awal berhubungan dengan phyton-which I don't get it at all- tak mengerti sama sekali. Hingga ke pilihan,
http://osgeo-org.1560.x6.nabble.com/print-composer-turn-tabs-on-and-off-td4998825.html , caranya mudah sekali. Hanya pakai klik kanan. And, done!!

how to restore print composer?

pfffffiuuuhh.....

Moral of the story, malu bertanya (ke google), sesat di jalan :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.