Langsung ke konten utama

Pandai Berbagai Bahasa, Pandai Bahasa Indonesia

Berapa bahasa yang anda kuasai? Dua, tiga, atau hanya satu?
Saya sendiri hanya tahu bahasa Indonesia dan sedikit bahasa Inggris walau hanya sebagai pengguna pasif.
Berbeda dengan saya, ibu saya adalah seorang multilingual. Ia secara aktif mampu berbahasa indonesia, Bajo dan Muna. Bahasa Bajo adalah bahasa ibu-nya, sedangkan bahasa Muna adalah bahasa yang dipakai di kota tempat besarnya dulu. Bahasa lain yang juga mampu dipakainya adalah bahasa Makassar, Bugis dan sedikit Jawa. Bahasa Jawa, karena beliau pernah beberapa tahun tinggal di Jogja mengikuti Bapak saya yang sekolah di sana.
Sedangkan ayah saya hanya menguasai bahasa Muna dan Indonesia. Bahasa Muna adalah bahasa ibu bagi Ayah.
Ibu dan ayah saya memang berasal dari Muna, sebuah pulau yang mayoritas penduduknya adalah suku Muna dan berbahasa Muna. Meski ada juga yang tidak, seperti keluarga ibu saya yang berbahasa Bajo.
Punya orangtua yang multilingual seharusnya menjadi keuntungan besar bagi kami, anak-anaknya. Namun sayang, di rumah kami tak dibiasakan berbahasa daerah. Ayah dan ibu selalu berbahasa Indonesia kepada kami. Bahasa daerah, yakni Muna dan Bajo, hanya sesekali terdengar saat mereka ingin membincangkan hal rahasia. Atau, saat ada kerabat yang datang.
Memiliki kemampuan banyak bahasa (meski itu bahasa daerah) adalah kemampuan yang mengagumkan bagi saya. Tak terbayang kecerdasan di otak mereka yang mampu mengganti “setingan” bahasa untuk berbagai tujuan dan peruntukan. Ibu dan ayah juga membuktikan betapa cerdasnya orang yang mampu berbicara beberapa bahasa, mereka punya daya ingat dan daya tangkap yang bagus.

Kemampuan inilah yang kini juga dikejar oleh banyak institusi pendidikan. Bertambah banyak sekolah yang menawarkan pengajaran dalam dwi-bahasa ataupun tiga bahasa, Indonesia-Inggris-Mandarin/Arab. Ketiga bahasa terakhir memang merupakan bahasa dunia, penggunanya tersebar di seluruh dunia.
Bahasa Inggris dari dulu sudah menjadi bahasa yang dianggap bisa menaikkan gengsi pemakainya. Dengan bercakap-cakap dalam bahasa Inggris yang fasih, seseorang bisa memperoleh pekerjaan penting seperti pembawa acara/pembaca berita, artis, penerjemah atau diplomat.
Namun, dibalik banyaknya keuntungan dari berbahasa banyak, ada juga dampak buruknya. Banyak pelaku multilingual yang kesulitan untuk berbahasa Indonesia (yang seharusnya adalah bahasa utama) dengan baik. Ini terjadi karena seringnya mereka mengungkapkan pikiran dan ide dalam bahasa lain, bukan bahasa Indonesia. Sehingga ini harus menjadi perhatian agar penggunaan bahasa Indonesia-lah yang seharusnya diperbesar. Kemampuan menulis dan menguangkan gagasan dan bahasa nasional juga. Sehingga, tak ada lagi cerita nilai ujian nasional Bahasa Indonesia yang lebih rendah dari nilai Bahasa Inggris.
Bahasa adalah produk budaya, yang tidak statis namun dinamis. Bahasa Indonesia pun juga akan selalu menyerap berbagai perubahan dan pengaruh darimanapun seperti dari berbagai bahasa yang dikuasai penuturnya (daerah atau asing).  Pandai berbagai bahasa itu bagus, namun setidaknya pandailah juga berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
***

Ikutan lomba yang ini 

 

Komentar

  1. bagus bgt kalo kita bs banyak bahasa, tp tetep yg harus kita utamakan bahasa Indonesia ya

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda atas isi blog saya ini. Kritik, saran yang membangun sangat diharapkan, namun harap sopan.

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.