Langsung ke konten utama

Telukku Sayang...


Gambar di atas adalah hasil citra Google Earth per 25 Agustus 2009.  Dari sini sudah terlihat betapa parahnya pendangkalan di daerah teluk.  Tempat  yang dulu masih masih berupa laut, kini berubah menjadi daratan.  Berdasarkan hasil  penelitian dari tahun 1992 hingga 2000, tingkat pendangkalan mencapai 0,027 m tiap  tahunnya.  Sumbangan sedimen dari beberapa sungai besar, yakni Sungai Wanggu,  Sungai Benubenua, Sungai Mandonga dan beberapa sungai kecil.  Diperkirakan dalam 10  tahun ke depan, luas teluk tinggal 197 hektar.
Bukan saja sedimen dari sungai, aktivitas tambahan di daerah sekitar teluk turut berperan  besar dalam pendangkalan tersebut.  Banyak daerah disitu yang kini telah berubah fungsi,  ditimbun untuk dijadikan tempat usaha atau pun pemukiman.  Pembangunan, tanpa melihat  dampak buruknya bagi lingkungan.
Pemerintah kota melakukan langkah reaktif untuk masalah ini, yang sudah sering ditempuh oleh pemangku kebijakan sebelumya, pengerukan dengan mesin pengisap lumpur.  Usaha yang hanya mengobati masalah sementara, akan tetapi tidak menyelesaikannya.  Ibarat menutup lubang yang yang ada, tanpa mencari penyebab lubang tersebut.
Andaikata pembangunan dilakukan dengan perencanaan yang lebih, preventif, maka akan berbicara banyak.  Peralihan peruntukan daerah sekitar teluk ke pemukiman serta tempat usaha bisa diminimalisir.  Juga, masalah drainase dan sampah.  Kota ini masih belum sebesar Makassar atau ibukota Jakarta, tetapi untuk hal drainase dan sampah sangat -sangat memprihatinkan.  Ruko-ruko serta pemukiman baru dibangun tanpa menyediakan drainase yang layak, akibatnya banjir serta sedimen melimpah bagi Teluk Kendari.
But, enough with the complaining, pertanyaan besarnya, apa yang bisa kita lakukan sekarang?  Aku dan kamu bisa perbuat bagi Teluk Kendari, aset penting kota ini.  Mungkin ini bisa jadi saran sederhana, lihat sampahmu, dan drainase dirumahmu, mulai dari mereka, sebelum pindah ke hal yang lebih besar.
Aa Gym ” Mulai dari sekarang, dari hal yang kecil dan yang terdekat”.

*walau postingan lama (diambil dari blog sebelah), namun  masih sangat sesuai dengan kondisi teluk Kendari 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.