Langsung ke konten utama

To You, Mrs.R

"Kenapa ndak ada yang bawa peta?"
"Beberapa hari yang lalu kan sudah dikasih tau, hari ini bawa peta!"
"Keluar semua!"
Kami pun berbaris keluar.
Lalu, pletak!!!  Satu persatu pantat kami diberi lidi, kecuali saya. Saya mendapat dispensasi, karena masih terhitung murid baru.
Walau tak ikut dihukum, tapi saya seperti mendapat shocktherapy pagi itu, begitu menyeramkan. Tak sangka, sekolah di kampung itu begitu horor dibandingkan di kota. Saya melempem, menciut, tak berani berbuat yang macam-macam di sini. Ibu guru Randafo, so scary.


Kelas 6 SD adalah satu yang baru bagiku, karena saya pindah sekolah, dan ini tempat yang jauh dari sekolah lama, ini di kampung.
Wali kelas saya bernama Bu Randafo, guru yang menguasai banyak subjek, seperti kebanyakan guru SD yang lain. Cuma pelajaran Agama dan Olahraga saja yang tak diajarkannya. Orangnya tegas dan sangat pintar, dibandingkan dengan guruku di kota, membuat keinginan belajar tiap hari terus terangsang.
Saat mendebarkan adalah waktu pemeriksaan PR, yang tidak mengerjakan akan mendapatkan hukuman. Yang tidak diberi tanda tangan ortu juga akan dihukum (beberapa kali saya lupa dan akhirnya memalsukan ttd mama ).
Bu Randafo adalah guru yang berpengetahuan luas, pandangan-pandangannya jauh ke depan, tak terbatas walau tinggal di kampung. Kami sering dibuatkan kuis-kuis pengetahuan, melacak peta, mirip dengan kuis di tivi.
Tentang ketegasan, Bu Randafo terkenal killer, mungkin karena tipikal guru produk jadul, yang tak segan memakai hukuman fisik. Untuk yang ini, karena memang maksudnya baik dan sebabnya jelas, kami tak sampai membenci ibu guru Randafo. Tak tersisa rasa sakit hati, karena Bu guru Randafo mendidik kami pakai hati.
To Mrs. Randafo, love and thank you.

It's teacher's day. To all my teachers, thank you!!





Gambar dari sini

Komentar

  1. Guruku dulu juga suka jewer, ada yang narik jambang di deket telinga, pukul tangan pake penggaris kayu, wew.. tapi kami jadi disiplin semua kog :)

    BalasHapus
  2. Narik jambang? Wow, perih bnget mah rasanya.
    Iya yah, kita kan jd disiplin. Ato krn kita terlalu pasrah kali ya, ga bnyak bantah,hehe.

    BalasHapus
  3. hehe.. nostalgia, ya...

    #selamat hari guru nasional :)

    BalasHapus
  4. Mengumpulkan serak2 memori, agar tak lenyap tanpa bekas.

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda atas isi blog saya ini. Kritik, saran yang membangun sangat diharapkan, namun harap sopan.

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.