Langsung ke konten utama

Journey to The East

Akhirnya dapat kesempatan jalan-jalan lagi, dan kali ini ke timur, ke pulau yang selalu saya rindukan, Sulawesi.
Bukan ke kota asal saya, tapi jauh ke utaranya, Sulawesi Tengah, tepatnya kota Luwuk.
Untuk mencapai kota kecil itu, dari Jakarta ada dua maskapai penerbangan yang menyediakan layanannya, dan membutuhkan waktu 4-5 jam. Namun, karena jadwal penerbangan keduanya yang tidak cocok dengan jadwal kami, diputuskan untuk mengambil dua kali penerbangan dengan maskapai yang berbeda, dengan sekali transit di Makassar.
Tiba di Luwuk sore, sekitar jam 4.30, lewat sejam dari jadwal semula. Kami akan berada disana selama 3 hari untuk keperluan dinas.

Hari kedua, dilewati dengan bekerja, sesuai dengan tujuan kami ke sana. Tidak terlalu berat, cuman mengamati dan mendokumentasikan peralatan yang dipasang di sana.
Luwuk, kota yang cukup kecil, lebih kecil dari Kendari. Suasana dan orang-orangnya mengingatkan saya pada kota itu lagi. Letaknya yang memanjang mengikuti struktur pantai, cuacanya yang panas seperti daerah pantai umumnya serta penduduknya yang sebagian besar adalah pendatang, terutama dari selatan, dan utara. Saking kecilnya, sampai ada ungkapan "kamu tak akan tersesat/hilang kalau datang ke kota Luwuk".
Setelah tiga hari di sana, kami pun bersiap-siap untuk pulang. Namun kali ini, saya tidak langsung kembali ke Jakarta, tapi akan singgah selama tiga hari di Makassar (yessss!!!!! liburrrrrrrr..)

Komentar

  1. Pia,, nah lo nah loohh.. sekalian pulang kamoung ajah.. hehe.. jangan lupa berbagi oleh-oleh juga ya.. hehe.. Clararch02.blogspot.com

    BalasHapus
  2. Kalau tidak salah ada kan bus malam dari Makassar ke Luwu, mungkin sekitar 14 jam perjalanan. Saya sendiri belum pernah ke sana, paling jauh kota yang saya kunjungi adalah Palopo. Tapi Palopo ke Luwu mungkin 4 - 5 jam-an. Kerja di Antam ya bu? Salam kenal.

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda atas isi blog saya ini. Kritik, saran yang membangun sangat diharapkan, namun harap sopan.

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.