Langsung ke konten utama

Rebutan Kursi, di Maret ini..

Siswa-siswa SD, orangtua serta guru-gurunya menangis sambil rebutan kursi dan meja dengan para pengrajin yang menarik kembali barang-barang tersebut dari sekolah-sekolah dasar di Malang. Peristiwa ini terjadi akaibat belum dibayarnya meja dan kursi tersebut oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Malang.
Sementara itu, para Caleg (Calon Legislatif) dari puluhan Parpol dan perseorangan sedang gencar-gencarnya berkampanye untuk rebutan kursi parlemen. Berbagai cara, upaya serta janji ditebar demi kursi-kursi tersebut.

Dua jenis "perebutan kursi" terjadi Maret ini di negara kita, Indonesia, negara yang telah merdeka dan berdaulat selama 64 tahun. Jika ditilik lebih jelas lagi, kejadian pertama menandakan adanya masalah dalam sistem di negara kita. Pendanaan pemerintahan yang kini lebih banyak diatur oleh daerah memberikan kesempatan yang lebih besar terjadinya penyimpangan. Kekuasaan yang kebih besar, namun tidak diiringi oleh kemampuan yang lebih besar pula, tanggung jawab serta pengawasan malah menimbulkan masalah-masalah baru, dan bukannya solusi.
Untuk kejadian kedua, bulan ini menjadi saat kampanye terbuka bagi para caleg dan parpol dalam pertarungan di Pemilu, 9 April nanti. Mereka rela mengorbankan banyak hal demi terpilih jadi wakil rakyat. Menjadi anggota dewan rupanya terlihat 'indah' di mata mereka. Berbagai kalangan kini mengejar posisi ini, mulai dari artis, aktivis, ulama, politisi asli bahkan pengamen pun mau. Sistem suara terbanyak akan membuat persaingan bertambah ketat. Siapa-siapa yang bakal memperoleh kursi-kursi itu, semoga amanah!

Komentar

  1. Iya tuh, skarang tukang sate ajah ada yang jadi caleg, heran Pi.. apa mreka punya kemampuan politik? Atau cuma buat menarik simpati khalayak saja ya? Kalau saya bakal pilih capres yang bisa buat remunerasi di BMKG. Hehe.. cayo

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda atas isi blog saya ini. Kritik, saran yang membangun sangat diharapkan, namun harap sopan.

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.