Langsung ke konten utama

Akhirnya, Ubuntu Indonesia.

Setelah percobaan yang ke sekian kalinya, laptop saya akhirnya pulih lagi.
Dari awal, saya sudah berazzam kalau laptop saya tidak akan pakai OS “jendela” (yang sudah pasti bajakan). Maka sebagai konsekuensinya saya memakai OS sumber bebas atau open source.
OS Open source di dunia ada beraneka ragam. Satu yang paling terkenal ialah Ubuntu, dan OS inilah yang saya pilih.
Awalnya saya memakai versi 10.04 LTS. Lalu berganti ke versi 14.04 LTS. Versi LTS saya pilih sebab akan didukung dalam jangka waktu yang lama (5 tahun).
Versi 14.04 dalam rilisnya seharusnya didukung hingga 2019. Tapi, sejak pertengahan 2016 mulai rada-rada aneh. Saya yang tak mau repot terus menunda upgrading. Hingga akhirnya sangat kerepotan sebab sistem menjadi kacau karena tak bisa updating. Sampai awal tahun ini saya “sadar” dan melakukan perubahan, upgrading ke 16.04 LTS (versi LTS terakhir, rilis April 2016).
Upgrading berhasil saya lakukan. Tapi hasil akhirnya masih jauh dari yang ideal. Versinya memang 16.04, tapi nampak bukan seperti 16.04. Tidak bisa updating dan instal program, hiks. Saya bertanya-tanya, ini kenapa Ubuntunya??
Setelah melalui perenungan panjang, saya mengalihkan tujuan ke versi lokalnya, Ubuntu Indonesia (ubuntu.id) versi 16.04 LTS (pembaharuan November 2017). Saya lalu mengunduh file isonya, dan membuat usb live installernya. Perbedaan di usbnya, kali ini saya buat dengan sofware Rufus (open source juga, bisa diunduh gratis) dalam OS jendela. Sebelumnya, saya selalu buat dengan disk installer bawaan Ubuntu yang ada di laptop saya. Ini mungkin yang buat instalasi walaupun complete tapi tak sempurna.
Instalasi berjalan lancar, tak sampai 30 menit. Tanpa menghubungkan dengan internet sebab Ubuntu Indonesia sudah dilengkapi berbagai program yang penting. Laptop saya pun kembali berfungsi dengan baik. Alhamdulillah.
Ubuntu Indonesia versi 16.04 LTS (sumber dari ubuntu.id)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.