Langsung ke konten utama

Badominton to Watashi: my Badminton diary

Maret 5 tahun yang lalu di dalam sebuah pelatihan menulisnya Tere Liye, saya pernah bertanya kepada beliau, bagaimana dengan blogger yang menulis buku. Bang Tere liye menjawab kalau (penulis blog) itu bagus bahkan menganjurkan agar membukukan blog kita.
Tekad makin membara untuk membukukan blog setelah penutupan multiply-blog paling asyik karena komunitasnya pada Maret 2013. Tulisan-tulisan di sana terancam hilang, migrasi post masih bisa dilakukan. Tapi saya berpikir alangkah lebih baik kalau dibukukan saja. Dengan 2 blog yang aktif, blogpost dan multiply, saya menganggap kalau itu bisa jadi bahan buku solo pertama saya.
Apa hendak di kata, kesibukan membuat saya tidak sempat-sempat untuk mewujudkan keinginan itu. Tugas-tugas kantor membuat saya agak menjauh dari menulis dan ngeblog, harapan membuat buku pun semakin memudar.
Sebenarnya ada satu ganjalan besar, tema buku. Maunya sih membuat buku motivasi, eh isi blog kebanyakan cerita tak terlalu penting dan curhat ga jelas. Terlalu random, acak dan tak beraturan. Bisa membuat pembaca bukannya termotivasi tapi mungkin malah mengernyitkan dahi dan senyum kecut. Hingga di tahun 2015, Aha! moment terjadi-sebuah pencerahan (qeqe). Saya yang sudah suka bulutangkis (suka nonton dan komen lebih tepatnya), ternyata sudah lama juga menuliskan berbagai momen bulutangkis ke dalam blog. Pas sudah, saya blogger yang suka bulutangkis kenapa ga bikin buku tentang bulutangkis saja. (why not??!!).
Meski jika dihitung-hitung jumlah postingan bulutangkis belum seberapa, saya bertekad bulat. Momen Olimpiade Rio 2016 jadi patokan, bukunya kalau bisa udah ada di 2016.
Mulailah saya mencicil tulisan, setiap selesai turnamen sebisanya saya posting di blog yang baru, pianochenk.wordpress.com-blog pengganti multiply. Ngeblog yang dulunya sangat bergantung mood, saya upayakan agar berubah. Musti, kudu, harus nulis tiap ada turnamen/kejuaraan besar.
Fokus saya di kejuaraan level Super Series atau yang setara. Atau setiap ada pebulutangkis Indonesia yang menang. Kalau di kejuaraan besar dan Indonesia tidak dapat gelar, maka tidak saya tuliskan. Kenapa? Karena sakit banget rasanya (hahaha, BL baperan ini mah).
Bentuk buku mulai terlihat di pertengahan 2016. Sayang target sebelum Olimpiade Rio tidak tercapai. Alhamdulillah-nya, Indonesia dapat medali emas di Rio. Perasaan kecewa di 2012 terobati di 2016. Momen ini saya kekalkan ke dalam konsep buku, keterpurukan Bulutangkis Indonesia di 2012 menuju kebangkitan di 2016.
Bahan dan konsep buku akhirnya tuntas di awal Januari ini. Saya minta teman penulis ( Hairi Yanty) yg juga BL untuk "menilai"nya sedikit. Syukur dapat penilaian yang lumayan, bukunya layak baca walau ga wah-wah amat, hehe.
Akhir Januari saya masukkan ke penerbit indie, leutika prio. Penerbit yang sudah pernah berkerjasama menerbitkan buku teman saya, Labuhan-Tiara Rumaysha. Leutika Prio sengaja saya pilih karena saya puas dan yakin dengan kualitas terbitan mereka.
Akhir Februari bukunya sudah terbit di Leutika Prio, dan awal Maret ini sudah sampai ke tangan saya.
Badominton to Watashi: My Badminton Diary adalah buku solo pertama saya, buku yang lahir dari tulisan-tulisan tentang bulutangkis (Indonesia) di blog saya.

*Badominton to Watashi artinya Bulutangkis dan Saya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Ayam masak Gholo

Ada yang berbeda di lebaran tahun ini. Bukan karena Mama ga masak heboh, bukan. Tapi tentang menu kuliner lebaran yang hampir seragam di keluarga kami. Adalah Ayam masak gholo. Makanan berbahan utama ayam kampung yang segar-segar enak, slrrrrp. Dari tahun lalu sebenarnya Mama sudah membuatnya saat lebaran, menemani coto yang tak kalah lezatnya. Hanya saja baru tahun ini semua rame-rame minta resep bahkan ada yang minta dibuatkan bumbu oleh Mama. Jadilah kali ini hidangan lebaran kami bertema Ayam masak gholo. Karena Mama sudah berbaik hati membagi resepnya, maka juga dengan senang hati menerima hasil akhirnya, haha. How to make it? Gampang banget. Gholo dalam bahasa Muna berarti kedondong, tapi aslinya hanya daunnya yang dimanfaatkan. Bahan-bahannya sbb, Ayam kampung yang sudah dipotong-potong. bumbunya, bawang putih dan bawang merah plus merica. Sereh.Serta garam dan gula sebagai penyedap. Dan daun kedondong. Cara masaknya. Rebus ayam dengan diberi sereh dan garam. Lalu, ha

Dari Prof. dr Soeharsoyo, Sp.Ak ke dr. William Adi Tedja, TCM, M.A

Bermula dari status Prof.dr. Soeharsoyo, Sp.Ak (ket. Sp.Ak = Spesialis Akunpuntur Medik kalau tidak salah) yang membagikan jam kerja organ tubuh manusia. Saya pernah membaca hal yang serupa, tapi seingat saya tak ada nama professor di dalamnya. Dan ternyata benar, dari hasil gugling, nama professor itu hanya muncul sedikit, cuma 3 atau 4 sumber yang mencantumkannya. Adapun tentang jam kerja organ yang memang banyak di-copast oleh beberapa blog, banyak yang bahkan tidak menyebutkan sumber atau narasumbernya.  http://m.kompasiana.com/post/read/582457/2/jam-kerja-organ-tubuh-manusia.html Gugling dengan kata kunci jam kerja organ tubuh ketemu artikel ini,  http://www.fimadani.com/inilah-jadwal-jam-kerja-organ-tubuh-manusia/ Dari situ ada kata pengobatan TCM atau pengobatan  tradisional Cina. Gugling lagi dengan kata kunci pengobatan TCM dan jam kerja organ ketemu ini, http://www.stikes-kapuasraya.ac.id/index.php/artikel/10-jam-piket-organ-tubuh Nah, ada