Langsung ke konten utama

Membalut Luka Gaza, sebuah review

Hal yang paling sulit untuk saya lakukan adalah membuat review sebuah buku. Jika selesai membaca, maka hanya 4 hal yang akan saya katakan, suka-suka sekali-biasa saja atau tidak suka. Untuk menjabarkan ke hal yang lebih detil, sulit sekali.  Namun, untuk kegiatan baru One Month One Book, saya akan mulai mencobanya. SEMANGAT!!!

Buku yang saya pilih kali ini adalah Membalut Luka Gaza. Buku yang ditulis oleh dr. Prita beserta relawan lainnya dari organisasi kemanusiaan BMSI.

Buku ini adalah hasil barteran buku dengan dr. Prita sendiri. Saya dengan buku Sedikit Tentangku dan Kendari (Lagi), dan dr.Prita dengan buku ini.

Gaza adalah tanah Palestina yang kini tersisa. Israel dan kaum Yahudinya telah berhasil mengusir bangsa Palestina dari tanah-tanah mereka sendiri. Warga Palestina kini hidup di bawah intimidasi dan blokade Israel.

"...karena dalam hidup ini hanya ada dua pilihan bagi kami, hidup bahagia di dunia atau wafat dalam syahid untuk surga..."
Salah satu kisah yang menarik adalah di kisah pembuka. Tentang Coca Cola, minuman bersoda dari Amerika.

Dalam penyambutan para relawan di salah satu universitas yang masih bertahan di Gaza, dr. Prita dan yang lain malah disuguhkan dengan minuman yang selalu dikaitkan dengan Amerika, yaitu Coca Cola. Minuman yang terpaksa mereka sajikan karena tak bisa memilih. Apapun yang bisa mereka dapatkan dari hasil penyelundupan melewati terowongan-terowongan, apapun itu, mereka hanya bisa pasrah menerima saja. 

Bangsa Palestina adalah bangsa yang masih memegang teguh budaya Arab, salah satunya selalu ramah dan berusaha ramah dengan para tamu. Salah satu relawan bahkan merasakan dampaknya ;) Saking ramahnya,  perutnya hampir tak mampu lagi menampung makanan yang terus mereka tawarkan saat menjamu tamunya. Selain karena sering, juga akibat porsinya yang lebih.

Meski dalam kondisi yang susah, namun masyarakat Palestina pantang untuk meminta-meminta. Para pengemis jarang terlihat. Bahkan anak-anak kecil pun sudah terbiasa untuk berusaha sendiri dengan berjualan di jalanan. (Beli, tidak mau minta!)

Kalau di tempat lain, para artis menghiasi kota dalam iklan-iklan, atau mungkin foto pejabat kota. Maka di Gaza, para syuhada-lah yang dipampang fotonya. Keluarga mereka sangat bangga apabila ada anggota keluarga yang syahid hingga menghias fotonya dan memasangnya di jalan atau di tempat umum. (Menjemput syuhada ala Gaza).

Pokoknya banyak kisah yang belum banyak diketahui tentang Gaza dan Palestina. Kisah-kisah menarik dan inspiratif tentang semangat Gaza yang tak padam hanya karena blokade Israel.

Buku yang tak seberapa tebal ini, hasil penjualannya disumbangkan ke BSMI (Bulan Sabit Merah Indonesia) untuk Beasiswa mahasiswa Palestina yang bersekolah di Indonesia. Mereka bersekolah di negara kita, semuanya adalah dokter-dokter spesialis yang sangat dibutuhkan masyarakat Gaza.



Komentar

  1. meski lagi susah, menjamu tamunya tetap dinomor satukan..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Adat orang Arab memang begitu katanya dr.Prita

      Hapus
  2. salam hangat dari kami ijin menyimak gan, dari kami pengrajin jaket kulit

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda atas isi blog saya ini. Kritik, saran yang membangun sangat diharapkan, namun harap sopan.

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.