Langsung ke konten utama

Demi Selembar Foto

Masa SMA adalah masa yang indah dan paling banyak dikenang. Mungkin karena di masa inilah kita secara perlahan beralih menjadi manusia dewasa. Begitu juga dengan saya. Pengalaman yang tak terlupakan adalah di penghujung kelulusan.

Setelah Ujian Akhir selesai, kami semua mulai sibuk dengan persiapan kelulusan. salah satunya foto yang akan dipasang di ijazah. Namun tak semudah itu mengurus selembar foto. Saya dan beberapa teman-teman baru beberapa lama mengenakan jilbab. Kami semua ingin menyerahkan foto berjilbab, namun terhalang oleh peraturan. Masa itu jilbab memang masih banyak dipersoalkan, apalagi dalam urusan administrasi.  Kalaupun ingin foto berjilbab, kami diharuskan meneken sebuah "surat pernyataan". Mendengar kata "surat" itu membuat banyak yang mundur dan menyerah, termasuk saya.

Perjuangan tidak sampai di situ. Walaupun tidak diijinkan foto berjilbab, kami tak mau berfoto di studio foto yang pekerjanya lelaki. Maka, beramai-ramai kami mencari studio yang cocok. (Oh ya, waktu itu kamera digital belum seramai sekarang, teknologi foto pun belum canggih sehingga untuk membuat pasfoto sendiri [seperti yang kini banyak dilakukan] masih sulit.) Sebuah studio yang pekerjanya wanita didapatkan, terletak di daerah Kota.

Satu persatu kami mengambil posisi untuk difoto, tanpa jilbab (hikkkss), sekitar 6 - 8 orang kalau tidak salah. Setelah selesai, kami memakai jilbab kembali dan berpose bersama, sebagai pengingat.

Setelah fotonya kelar, maka dipampanglah foto wajah-wajah kami tanpa jilbab itu di ijazah. Seperti tanda kekalahan kepada birokrasi, namun juga tanda perjuangan. Dan sepertinya, di tahun berikutnya foto berjilbab pun sudah diperbolehkan tanpa banyak syarat, alhamdulillah.


me and my classmates



Komentar

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda atas isi blog saya ini. Kritik, saran yang membangun sangat diharapkan, namun harap sopan.

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.