Langsung ke konten utama

Amorphophallus, tamu tak diundang.

Beberapa minggu lalu, kantor kami kedatangan tamu  agung.  Sebentuk bunga langka telah tumbuh di pekarangan kantor, Amorphophallus sp, yang banyak dikenal sebagi Bunga Bangkai (Corpse Flower).
Awalnya kabar ini saya anggap bualan belaka,  "ahh, palingan bunga biasa saja, bukanlah..bukan bunga bangkai.." , tapi melihat foto bunga itu yang baru diambil teman saya pagi hari, saya pun bergegas guggling, mencari tahu apa dan bagaimana bunga bangkai itu (bukannya meluncur langsung ke TKP, hehe ).
Teman saya berseru "Raflessia Arnoldi, bunga raksasa..", dan memang, banyak yang salah mengira bunga bangkai dan Rafflesia Arnoldi sama saja. Padahal, keduanya jauhh berbeda.  Kalo Rafflesia Arnoldi itu tidak bertangkai, berdaun, berbatang, sedang  bunga bangkai itu tumbuhan lengkap, ada daun, batang dan tangkai.

            Bunga Bangkai aka Amorphophollus sp.


Hasil gugling pun menunjukkan, kalau bunga bangkai juga tumbuh di Sulawesi.  Tapi, jenis yang tumbuh di kantor kami berbeda, yaitu Amorphophallus paeonifolius.  Warna bunganya cantik, tapi baunya minta ampun ( ya eyalah..namanya juga bunga bangkai).  Setelah mekar selama seminggu, bunganya pun mulai beristirahat (bukan mati lohh!).

                                                                            Setelah seminggu lebih.

Dan menuju fase hidup yang baru, menjadi umbi..Lalu, setelah mendapat kondisi dan nutrisi yang cukup akan kembali mekar sebagai bunga (mirip cerita burung Phoenix), bangkit dari tidur panjang.

               Bersiap-siap tidur yang lama^^  (20 July-2011)






Komentar

  1. woooowwww.. pengen liat bunga itu langsung Piiii.. di monas kan cuma ada replikanya :D

    BalasHapus
  2. wah..wah...,kyaknya klo pulang pengen liat...:)

    BalasHapus
  3. @clara, ada kok di kebun raya bogor...tapi, yah itu, musti nunggu waktu ngembangnya, gak bisa setiap saat..

    @artin, aaiiihhh, da tidurmi artin...tunggu beberapa tahun lagi sepertinya ;-)

    BalasHapus
  4. bukannya pheonix tu "bangkit" dari abunya ya...?
    #Harry Potter's effect.. :p

    BalasHapus
  5. maksudnya "phoenix".. salah ketik.. :o

    BalasHapus
  6. @yuan, phoenix emang bangkit dari abunya..absolutely right...
    Pi, ni bunga mirip2...dia akan menghilang -di permukaan- trus entar hidup lagi deh...umbinya masih ada di dalam tanah, menunggu waktu dan nutrisi yang tepat untuk bangkit lagi. sekian ^^

    BalasHapus
  7. fenomena bunga bangkai ada hubungannya ga sama geofisika?

    BalasHapus
  8. sama geofisika, hmmm, ada gak ya? sejauh pengetahuan saya, belum ada bukti yang menegaskan hbungan tsb, terima kasih^^

    eh ya, mohon pake nama dung, jng anonim... :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda atas isi blog saya ini. Kritik, saran yang membangun sangat diharapkan, namun harap sopan.

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.