Langsung ke konten utama

Bukan delay Biasa

Jam udah menunjuk pukul 19.0, belum ada tanda-tanda boarding.
Padahal, jam 18.00 tadi petugas mengumumkan bahwa pesawat akan boarding jam 18.40, sejam lebih dari waktu yang sebenarnya. Seorang bapak yang tak sabar pun menghampiri meja informasi. Dan, marah-marah. Suasana menjadi riuh...(kayak di pasar..:) )
Setelah didesak dan tak ada kepastian, lebih banyak penumpang yang makin tidak sabar.

Protes akhirnya diteriakkan.."makan..makan..makan..", karena lapar, mereka pun kalap. Waktu yang memang saatnya makan malam, terbuang gara-gara delay gak penting ini. Alhamdulillah, bekalku ada, maka perutku aman malam itu (pengalaman memang guru yang berguna). Sedang penumpang yang lain masih ngambek, gak mau boarding sebelum diberi makan nasi, bukan roti apalagi kue.
Jam 19.30, penumpang tujuan Tanjung Pinang dengan pesawat satu-satunya hari itu pun melangkah keluar ruang tunggu, bukan ke pesawat, melainkan ke pintu masuk, M O G O K T E R B A N G. Dikomandoi seorang bapak, mereka menuju arah keluar, bermaksud mencari makan dengan harapan dibayarin perusaahan penerbangan. Tapi, karena sudah malam, restoran sudah gak ada yang buka, maka balik arah lagi. Marah-marah lagi dengan petugas informasi, argumentasi 15 menit. Lalu, jam 20.10, semua penumpang boarding, tanpa makan malam (Intinya, mogoknya gak berhasil ).

Eniwei, karena ricuh itu suasana di dalam pesawat menjadi cair (serasa dalam bis, riuh banget). Ada yang nawarin kacang, turun di UKI...hehehe...pokok e ruameee..
Jam 22.40, kami pun tiba di Tanjung Pinang, ibukota Kepulauan Riau..deket Batam. Jadi, sekedar info, kalau mau ke Tanjung Pinang, bisa dari Batam, naik feri 40 menit, trus taksi 20 menit, nyampe deh..

Komentar

  1. hmm.. lagi jalan2, ya..?? ditunggu kabar perjalanannya.. :D btw, jadi inget posting di kaskus tentang hak2 penumpang ketika pesawat delay.. ni linkny --> http://www.kaskus.us/showthread.php?t=5390777

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda atas isi blog saya ini. Kritik, saran yang membangun sangat diharapkan, namun harap sopan.

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.