Langsung ke konten utama

Generasi Kunci Jawaban


Saat SD dulu, saya pernah merengek pada Bapak agar dibelikan Buku Latihan yang persis sama dengan yang dimiliki guru saya. Bukan apa-apa, saya mengincar kunci jawaban buku tersebut. Latihan dan PR yang diberikan Bu Guru selalu berasal dari buku itu..:)
Pengalaman lain dengan kunci jawaban adalah saat minggu lalu di rumah Paman saya. Anaknya (atau sepupu saya), yang duduk di kelas III SD, meminta bantuan dalam pelajaran PKn. Dia kebingungan dengan Gurunya yang menyalahkan jawaban-jawabannya. Ibunya (yang kebetulan seorang Guru juga) kemudian menyela (dalam dialek daerah):" Memang begitu Ibu Gurunya, pia, kalo lain dari Kunci Jawaban, pasti disalahkan..Padahal, itu kan pertanyaan terbuka!".

Tanpa disadari, kita tumbuh menjadi generasi Kunci Jawaban. Sejak kecil, sedikit peluang untuk berpikir berbeda. Kebebasan berekspresi terbelenggu oleh selembar Kunci Jawaban..:(

Komentar

  1. Iya Pi, kadang2 juga terpikir, angkatan pembelajaran kita kebanyakan jadi amak-anak yang pintar, tapi kurang mandiri, besar dan belajar dengan apa yang diperintahkan guru saja, dan kebingungan pada saat harus menghadapi soal yang di luar pertanyaan, padahal hubungannya masih sangat dalam. Dimulai dari generasi kunci jawaban, angkatan2 itu didikte untuk menjawab 'persis', sehingga tidak kreatif dalam menemukan perspektif lain, ya? Beda banget sama pendidikan di luar sana. Clararch02.blogspot.com

    BalasHapus
  2. Yoi bgt Pi, tapi ya Alhamdulillah untungnya dulu guru2ku ga ad yang begitu. Mereka demokratis membebaskan kami berekspresi. Tapi sayangnya pas kuliah aku ketemu sama dosen generasi kunci jawaban. Ya hapal mati gitu deh. Kalau ga hapal tinggal matinya. hhuuaahaha... :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda atas isi blog saya ini. Kritik, saran yang membangun sangat diharapkan, namun harap sopan.

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.