Langsung ke konten utama

Ketika 3x4 tidak sama dengan 12

Ketidakstabilan ekonomi akhir-akhir ini sangat berdampak besar bagi kelas menengah bagian dasar seperti saya. Contoh paling nyata adalah kondisi di dapur kami. Harga bahan bakar buat masak, yakni gas elpiji, telah beberapa kali mengalami perubahan (aka kenaikan) hingga ke kisaran harga yang mulai ajaib. Ajaib karena kini telah jauh dari harga 4 tabung gas 3 kg.
Di pengecer kecil, harga gas 3 kg itu 20 ribu rupiah. Nah, sedang harga gas 12 kg sekarang sudah 160-an ribu rupiah. 4 tabung gas 3 kg itu 80rb, yg sama dng isi gas 12 kg, tapi harganya tidak sama :-/
Dari berita di koran dan tv, dikatakan kalau gas 3 kg masih dalam subsidi pemerintah, sementara yang 12 kg sudah tidak. Namun, ada rencana kalau gas 3 kg juga akan dilepas dari subsidi dan harganya mengikuti pasar. Rencana yang pasti akan membawa dampak besar bagi rakyat kecil yang sangat bergantung dengan bahan bakar ini setelah "dipaksa" beralih dari minyak tanah di masa pemerintahan lalu. 
Berdoa dan berusaha, tidak ada yang lain. Masa yang sulit pasti akan terlewati (optimism mode on).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.