Langsung ke konten utama

Konversi/Proyeksi Shapefile UTM ke Shapefile Degree dengan QuantumGIS

Tahu berapa lama topik ini mengganggu saya? Dua tahun, hehe.


Dua tahun lalu saya mendapatkan beberapa data shapefile (peta dijital) kota Kendari setelah mengikuti pelatihan QIS di kampus lokal. Saya begitu bersemangat dengan data tersebut, sebab memang sudah lama saya mencari-carinya untuk dipakai dalam kerjaan. Hanya saja ada satu kendala dari peta tersebut, proyeksinya dalam UTM. Sedang, data yang biasa kami pakai memakai degree (decimal) :(

Sebenarnya ada cara yang diajarkan instruktur dalam pelatihan tersebut, hanya saja ribetnya minta ampun hingga saya malas buat mengingatnya. Bukan tanpa usaha, saya juga berupaya dengan browsing di internet. Sayangnya tak satupun yang berhasil.

Hari terus berlalu, tak terasa dua tahun berlalu. Hingga minggu lalu saya akhirnya memecahkan misteri tersebut.

Bulan lalu saya menginstal sebuah program open source GIS yang oke banget.  Namanya QuantumGIS. Saya pernah menggunakan program tersebut (bersama laptop yang hilang dulu, hiks), hanya saja karena programnya berat, saya menghapusnya sehingga tak sempat mempelajarinya lebih lanjut.

Lalu, saya teringat dengan file shapefile Kendari tersebut. Coba-coba browsing, eh rupanya berhasil :)

Caranya??

  • Oke, yang pasti instal QuantumGIS (saya pakai versi terbaru 1.8 Lisboa).
  • Setelah terinstal, buka data shapefile yang ingin diubah (dikonversi). Klik ikon add vector layer atau klik layer --> add vector layer. Pilih file yang dimaksud.
  • Di Coordinate Reference System Selector, sesuaikan dengan koordinat file tersebut. Untuk file ini, sistem koordinatnya adalah WGS84/UTM Zone 51S, EPSG 32751.
  • Setelah layernya muncul, lakukan proses proyeksi dengan cara klik kanan di vector file tsb, 

  • Simpan dengan nama baru dan dengan sistem koordinat baru ( untuk contoh, WGS84, EPSG 4326), klik OK.
  • Jika muncul Saving Done: Export to vector file has been completed, berarti proyeksi/konversi berhasil.

Sebagai tambahan, jika memakai QuantumGIS versi lama, ada yang menggunakan tools Export to a new projection.



*Alhamdulillah, akhirnya nulis tentang GIS lagi







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.