Langsung ke konten utama

Bogor, 24 Jam kurang

Sabtu, hari yang biasa saya isi dengan beres-beres kamar menjadi berbeda kemarin. Ikut acara Family Gathering atau Kumpul Keluarga dengan rekan-rekan sekantor ternyata lumayan juga, jauh dari bayangan saya, asyik ternyata. Di sebuah tempat wisata, Villa Ratu- Bogor, kami lalui selama 24 jam kurang, yang sesekali di iringi guyuran hujan (tidak heran kalau bogor memang dijuluki kota hujan, baru percaya saya, kirain...).
Berbagai lomba, baik untuk anak-anak maupun orang dewasanya, permainan, tracking, senam dan acara makan baik makan wajib ataupun sekedar kudapan dan teh, membuat sejenak rehat dari hiruk pikuk Jakarta, menghirup udara segar dan sejuk-mengistirahatkan hidung dan paru-paru akan udara kotor dan tercemar.
Bogor, 24 jam kurang.
ps: based on my experience, nanti kalau ada yang mau kesana dan mau ikut tracking, mohon agar memakai sepatu olahraga, jangan memakai sendal jepit!!!!

Komentar

  1. Pernah lihat di tayangan tifi *sy lupa dimana & kapan, mohon dikoreksi bila salah* menyatakan bahwa: kota jakarta menduduki peringkat 3 dunia untuk kota terpolusi, hihi. Acara rehat?? solusi asyik sekalian refreshing...!

    BalasHapus

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda atas isi blog saya ini. Kritik, saran yang membangun sangat diharapkan, namun harap sopan.

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.