Langsung ke konten utama

[OMOB Februari 2015] Langit,Bulan dan Harapan


Judul : Langit, Bulan dan Harapan
Penulis : Tiara Rumaysha
Penerbit : Leutika Prio
Penyunting : Mash
Perancang Sampul : Endy
ISBN 978-602-225-956-5
Cetakan I : Desember 2014
Tebal : 90 hal
Silakan beli di --->


Harus saya akui saya "iri" sama buku ini. Dan, hal kedua, saya akui juga kalau saya adalah produser buku ini, hehe. Jadi inti postingan ini sebenarnya adalah promosi, qeqe.

Buku ini lahir dari kumpulan postingan penulisnya di blog pribadinya, tatikbahar.blogspot.com. Berawal dari ngobrol beberapa kali, akhirnya disepakati pembuatan buku ini sekitar pertengahan tahun lalu di leutikaprio, sebuah lini penerbitan indie yang sudah cukup punya nama.  

Kenapa saya iri? Karena saya juga ingin buku dari blog, tapi berhubung blog ini tidak cukup "bernas" dan blog multiply yang telah lama saya gadang-gadang mau dijadikan buku keburu ditutup, tidak pernahlah kesampaian cita-cita tersebut (maaf pemirsa, saya curhat).  Buku dari blog punya teman saya ini cukup menjadi pembelajaran berharga buat kalian yang ingin buat buku dari blog pribadi.

Walau pun isinya tak terlalu tebal, terlihat sederhana, tapi kisah-kisah di dalamnya tak sesederhana tampilan bukunya. Kisah sehari-hari yang dibawakan oleh sang penulis membawa makna dan inspirasi bermanfaat, insya Allah. 

Selain itu juga, royalti penjualan buku ini akan disumbangkan buat Rumah Dakwah Muslimah di Kendari. Jadi, jangan lupa dibeli ya!! Terima Kasih.

*PS. Yang mau beli, bisa hubungi saya di piaharuddin@gmail.com 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Langkah Kecil untuk Konservasi Sumber Air

Berapa liter dalam sehari air yang kamu pakai buat keperluanmu? Lima, sepuluh? Bisa lebih dari itu. Jika mandi dilakukan dua kali sehari, maka bisa dihitung kira-kira lebih dari 50 liter saja dihabiskan buat mandi saja, belum buat yang lain. Dari mana air itu kita peroleh? Masyarakat kita kebanyakan memperolehnya dari sumber air tanah, karena kemampuan perusahaan air yang masih terbatas. Banyak juga yang memperolehnya dari sungai, bahkan ada yang membangun rumah dekat sungai sehingga tak perlu bersusah-susah mencari sumber airnya.

Kersen, Jambu Air dan Rambutan

Tulisan ini diikutkan pada  8 Minggu Ngeblog   bersama Anging Mammiri, minggu pertama. S uatu sore, April 1994 Aku terbangun dari tidur siangku. Tak ada mimpi buruk, aku tidur dengan pulas siang itu. Setelah berdiam diri sambil merenung, aku lalu melompat dari tempat tidur. It's Cheery Tree time , waktunya Pohon Kersen sodara-sodara!! Kaki dan tanganku lincah mencari dahan untuk dinaiki. Berpuluh-puluh buah Kersen warna-warni menggodaku. Aku tak sabar lagi ingin mencicipi manisnya buah-buah Kersen itu. Hmmmmm..., Jangan tanya berapa lama aku bisa bertahan di atas pohon Kersen, bisa berjam-jam. Dan, untungnya, pohon Kersen itu tak jauh dari rumah. Pohon itu dengan gagahnya bertengger di depan teras depan rumah nenekku. Pohon yang jadi favoritku dan sepupu-sepupu serta kawan-kawan sepermainan di sekitar rumah nenekku. Kersen (gambar dari sini )

Saya Pilih Ubuntu!

Sekitar awal tahun lalu, saya sudah punya niat untuk membeli laptop sendiri. Setelah bertahun kerja dan selalu mengandalkan komputer kantor buat mengerjakan semua kepentingan dengannya, saya ingin mengubah keadaan ini. Saya lalu mengumpulkan sedikit demi sedikit uang honor demi sebuah laptop.  Setelah beberapa saat, uang akhirnya terkumpul.  Setelah bertanya kesana kemari merek laptop yang kira-kira murah tapi bagus, dan juga bantuan sahabat baik saya, Ami, yang kebetulan cerewet sekali kalau membahas hal-hal berhubungan dengan gadget. Kami pun lalu menunjuk sebuah merek. Pertama kali memilih laptop tersebut, abang penjualnya menawarkan memakai sistem operasi sejuta umat, sang Jendela. "Mau pake Win***s? Kalau mau, drivernya udah ada. Tinggal nambah aja sejuta.", kata si penjual tersebut. "Oh, tidak. Mau pakai linux saja. Ada gak?" "Waduh, ga ada linux di sini. Susah itu." Saya menolak, mau memakai linux saja.